Sabtu, 29 November 2008

PENGUSAHA BATU BARA RAKUS..!?

Saya cukup kaget dan heran atas pencekalan terhadap pengusaha batu bara yang oleh sebagian orang dianggap mengemplang harta kekayaan milik negara.Ada juga yang mengatakan mereka ini rakus alias serakah. Para pengusaha ini enggan membayar Royaltinya yang menunggak hingga trilyunan. lalu bagaimana dengan Restitusi..?

Pada kenyataannya siapa yang rakus....?
Saya tidak bermaksud untuk membela pengusaha Batu bara,tapi saya sangat tidak setuju jika mereka disebut rakus oleh sebagian kalangan media yang kebetulan bosnya tidak punya saham di usaha tambang tersebut.Media benar harus memberitakan tentang tidak dibayarnya royalti kepada negara tapi jangan malah terkesan menghakimi.hal ini jelas terlihat dari berbagai tayangan yang di buat dalam berbagai siaran.

Mestinya Media memberikan penilaian yang adil atau pihak yang diserang spt para pengusaha batu bara diberikan porsi yang berimbang dalam penyiaran.Mengingat besarnya peran media dalam menciptakan suatu opini publik maka kita harapkan media itu adil. Kita percaya bahwa pengusaha dan perusahaan Batu baranya punya salah tapi apa pemerintah kita juga benar atau tidak punya salah..?

Pemerintah dan pengusaha batu bara sama-sama salah atau rakus..!,sebab kami tidak hanya kehilangan hutan,bukit,gunung hingga satwanya akibat dari pertambangan ini.Pemerintah hanya ngambil pajak atau royalti dari ,sedangkan daerah kami hancur dan pembangunan yang kami peroleh dari CD community Development tidak seimbang dengan kerusakan yang kan kami pikul hingga anak cucu. Pajak kalian Ambil ,Royalti kalian Rebut lalu kami bagaimana...
Kami masih jadi penonton atas kehancuran ini ,kalian antara pengusaha dan pemerintah berebut royalti dan keuntungan ,tolong perhatikan kami.

Kami masih percaya pada pemerintah dan pengusaha tetap punya itikad baik pada kami,tapi tidak dapat hidup hnaya dengan percaya saja.Dikalimantan selatan kami kaya batubara tapi kami miskin akan berbagai infrastruktur.Banyak perusahaan tambang batu bara di Kalimantan diantaranya:

PT.ADARO INDONESIA,SIS,ARUTMIN,KPC,DLL

SEPAK BOLA AJANG TARUHAN DAN JUDI

SEPAK BOLA ,TARUHAN DAN JUDI
EURO AJANG JUDI YA..?


Sekarang ini sebagian besar pecinta pertandingan sepak bola lagi asyik menikmati piala eropa(euro cup). Bukan saja asyik menonton tapi juga sangat asyik bertaruh dalam menentukan pemenangnya.Berbagai berita tentang prediksi pertandingan berikut peta kekuatan kesebelasan yang bertanding menjadi santapan mereka dalam upaya lebih memantapkan pilihan dalam memasang taruhan.

Taruhan Bola ini sudah jelas -jelas judi kenapa tetap mereka gandrungi.Sebagiaqn daripada mereka beralasan bahwa itu semua cuma hiburan saja atau main-main.Ada juga yang beralasan untuk memacu kejelian membaca peluang/prediksi serta adrenalin ketika menyaksikan pertadingan tersebut.

Pertadingan Sepak bola sering sekali jadi ajang judi /taruhan ajang.Mungkin ini momen yang pas bagi para penjudi ,sebab kalau mau beli togel /kupon putih/porkas/SDSB sudahj ngak ada lagi.Tapi yang jelas apapun bisa mereka jadikan arena perjudian karnja mereka punya jiwa dan semangat judi. padahal Islam sangat mengharamkan segala bentuk perjudian.

Berjudi dan bertaruh kok jadi kebanggaan,ngak takut haram, dan dosa ya.....!?
sungguh terlalu.........pekerjaan haram dibangga-banggakan.........

PASAR TERAPUNG KUIN CIRUCUK


PASAR TERAPUNG RIWAYATMU MEMANG NGAPUNG


Pasar terapung akan tamat riwayatmu dan punah jika tidak dibenahi dan dipelihara.Untungnya ada perempuan tua yang jadi ikon sebuah stasiun televisi swasta yang mengatakan "oke" diatas pasar terapung hingga membuat pasar itu masih diingat dan makin populer.

Sesungguhnya Keberadaan Pasar terapung (floating market) di muara kuin Banjarmasin , punya sejarah panjang ,yaitu lebih dari 400 tahun atau 4 abad.Dipasar terapung inilah terjadi interaksi jual -beli masyarakat . Para pedagang dan pembeli sama-sama berada diatas jukung atau perahu yang terapung diatas air dalam berbagai aktifitas jual belinya. Para Pedagang dan Pembeli ini umumnya berasal dari daerah bantaran sungai.Sebagian besar dari sungai-sungai kecil atau handil. Pasar terapung hanya ada 2 didunia ,Pertama yang ada Banjarmasin, Kalimantan selatan dan yang Kedua ada di damnoen saduak floating market,di kota Bangkok Thailand


Seiring dengan makin modern dan lajunya pertumbuhan pasar-pasar tradisional didaratan yang disertai makin lancarnya lalulintas didarat,pasar terapung di muara kuin Banjarmasin mulai ditinggalkan oleh sebagian pedagang dan pembelinya.Kondisi demikian akan membuat pasar terapung terancam tamat riwayatnya dan punah dari bagian budaya masyarakat melayu Banjar.

Punah atau bakal tamatnya riwayat pasar terapung disebabkan oleh pemerintah juga.Sebab Pemerintah telah berhasil memperbaiki berbagai infrastruktur lalulintas .Diantaranya berupa penyediaan jalan dan jembatan serta alat transpotasi darat yan cukup memadai dibanding dimasa awal erbentuknya pasar terapung itu sendiri.Dengan demikian daerah –daerah yang dulunya hanya bisa menggunakan perahu atau jukung dalam berbagai aktifitas kini mulai beralih melalui darat. Pusat Perbelanjaan modern dibangun oleh pemerintah dipinggir-pinggir sungai .Bukankah itu dibangun untuk memudahkan kita semua? Lalu pasar terapung hanya sebagai obyek wisata budaya saja ?

Untuk terus melestarikan pasar terapung hingga tetap menjadi obyek wisata budaya diKalimantan Selatan , Pemprov dan Pemkot Banjarmasin menggelar Festival Budaya Pasar Terapung,Sabtu,21 juni 2008. Festival ini digelar diSungai Martapura,tepat didepan kantor Gubernur Kalimantan Selatan .Pada acara ini banyak sekali jukung atau perahu hias yang ikut serta , hingga makin menambah semarak dan meriah.


Kemeriahan acara Festival tersebut terasa semakin lengkap dengan banyaknya hadir para undangan , hingga pengunjung dan wartawan dari berbagai media yang ikut menyaksikan serta melakukan liputan .Festival ini tentu banyak sekali menelan biaya sebab mulai dari tahap persiapan sampai hari H,sehingga acara bisa berjalan lancar dan sukses.


Diduga wartawan Amplop

Namun kemeriahan dan kelancaran itu tidak sedikit agak ternoda oleh perbuatan oknum panitia .Oknum panitia ini berlaku kasar atau melakukan perbuatan yang tidak menyenangkan terhadap wartawan yang ingin berpartisipasi dalam upaya menyelamatkan dan melestarikan budaya daerah ini.Perbuatan yang tidak menyenangkan itu dilakukan dengan mengatakan “ Anda bukan wartawan yang kami undang “ dengan nada ketus .Hal ini di terima wartawan…….. ….ketika ia ingin mendapat akses yang lebih bayak tentang Festival Budaya Pasar Terapung tersebut.Mungkin oknum tersebut menduga bahwa wartawan ini adalah wartawan yang hanya mengejar amplop.

Penghargaan

Kita sangat menghargai brbagai usaha yang telah dilakukan oleh berbagai pihak seperti Pemerintah,perorangan,LSM, atau Budayawan dalam usaha melestarikan berbagai Budaya daerah diKalimantan Selatan.Namun untuk Pemerintah Provinsi atau Kotamadya kita berikan saran dan masukkan, supaya memilih orang yang betul-betul profesional dalam menanganinya ven-even besar seperti yang dilangsungkan.Dengan demikian Anggaran dan biaya yang begitu besar ,menjadi tepat sasaran dalam penggunaannya dan bukan jadi sasaran orang yang hanya mencari kesempatan dalam kesempitan.

Kemudian marilah semua pihak bekerjasama dalam upaya memelihara Budaya Daerah,diajak atau tidak,diundang atau tidak,kita tetap peduli dan terus berusaha memelihara kelestarian Budaya daerah ini. Dan Yang perlu kita sadari dan ingat bahwa budaya yang lebih maju,maju serta praktis akan dipakai namun yang makin terbelakang dan kurang praktis cenderung akan ditinggalkan oleh masyarakat .

POLITIK MEMBAWA MAUT



AIRMATA KELUARGA ZULFIKAR ALI BHUTTO TUMPAH LAGI

Hanya karena alasan kekuasaan dan politik para lelaki rela membunuh seorang perempuan seperti Benazir.Ada yang bilang ini adalah karma keluarga bhutto.Tapi yang jelas ini adalah pembunuhan politik.

Benazir telah bercinta dengan kekerasan dan dunia politik sejak ia melibatkan diri dalam perebutan kekuasaan.Cintanya terhadap politik dan kekuasan hingga akhir hayatnya membuat kita terkagum-kagum.Ia wanita yang tidak gentar atas ancaman,teror atau provokasi yang menjuruh upaya pembunuhan dirinya.

Ayah,saudara,paman dan dia sendiri jadi korban politik dan kekuasaan dinegeri yang katanya menjunjung nilai-nilai demokrasi.Memang itu adalah resiko yang ia ambil karena terjun dalam kancah politik dan perebutan kekuasaan,namun mengapa harus saling bunuh- membunuh hanya untuk segemgam kekuasaan?

Tidak hanya dinegara yang katanya dunia ketiga terjadi bunuh membunuh demi tujuan politik dan kekuasaan.Dinegara seperti AS yang sering disebut orang sebagai moyangnya Demokrasi juga terjadi pembunuhan tokoh politik .Sebagai contoh terbunuhnya JF.Kennedy dan saudaranya yang hingga kini belum terbongkar siapa saja yang terlibat dalam peristiwa pembunuhan presiden United States Of Amerika ini.Berbagai teori kospirasi telah banyak kita dengar dan baca tapi sampai detik ini hasilnya adalah nol besar.

Kita berikan penghargaan kepada SBY sebagai presiden indonesia yang menyatakan bela sungkawa dan mengutuk para pelaku pembunuhan Benazir Bhutto.Dan yang paling menarik dan patut dipuji adalah pernyataannya yang meminta kepada POLRI,TNI,BIN untuk melindungi setiap tokoh politik diIndonesia.Hal ini menunjukkan rasa kenegarawanan beliau dalam hidup berbangsa,bernegara dan berpolitik.Namun ada juga yang perlu kita garis bawahi,yaitu para pengamat , kritikus politik dan rakyat perlu dilindungi dari kejahatan politik.

Bercinta dengan politik dan kekuasaan bisa membawa maut kini telah terbukti,tidak pilih tempat dan asal negara.Mungkin ada benarnya politik itu kejam,setidaknya hal itu telah dialami keluarga- keluarga yang terjun dalam dunia politik seperti keluarga Benazir Bhutto,Kennedy dan bahkan keluarga Gandhi diIndia.


CINTA TERHADAP ANAK

MENDIDIK ANAK ADALAH KEWAJIBAN KITA SEBAGAI ORANGTUA,KARENA MEREKA ADALAH BUAH HATI DAN CINTA KITA

Tidak gampang mendidik anak,ini sudah sering terlontar dari para pakar pendidikan anak.Kalau kita kurang memahami dan mengetahui tata cara mendidik anak ada baiknya kita belajar dan mencari tahu bagaimana melakukan yang terbaik untuk anak .

Dari banyak Artikel yang saya baca ,pada umumnya memberitahu kita tentang bagaimana memberikan waktu dan kesempatan kepada anak agar dapat berkembang wajar dan normal.Sebagai orang tua kita hendaknya memberikan dorongan,bantuan dan fasilitasi yang cukup agar mereka dapat bersosialisasi dll.

Biasanya yang menjadi penghambat anak berkembang dengan baik dan normal adalah sikap orang tua/pengasuh yang tidak mendidik mereka dan justru membuat mereka menjadi tertekan dan takut sehingga menjadi anak yang pasif atau rendah diri.Bahkan bisa membuat mereka tumbuh jadi nakal.

TiP mengasuh anak

Pada Umumnya Orang tua sering bertindak otoriter dan kurang sabar terhadap anak-anaknya.Mereka suka marah dan,membentak bahkan sampai menghukum mereka karena suatu kesalahan yang dibuat oleh anak,padahal anak tersebut tidak mengetahui dan memahami bahwa ia telah bertindak yang salah menurut kacamata orang tua atau pengasuh.

Kejadian seperti tersebut diatas mencerminkan kita/orangtua yang kurang sabar dan egois.Ini terlihat dari sikap yang memperlakukan anak –anak spt org dewasa dan memaksa pola pikir mereka yang masih polos dan kekanak-kanakan menjadi dewasa.Padahal anak-anak tidak sama dengan orang dewasa,yangmampu membedakan dan mencerna suatu permasalahan..Ah Masa Anak disuruh berpikir seperti orang dewasa ,kasihan mereka sebab akal dan daya pikirnya masih hijau dan tida sematang orang yang dewasa.Kenapa mereka Harus dipaksa berpikir seperti yang kita inginkan. Kita otoriter….!!!! Jika berbuat tersebut.Jangan Buat anak-anak yang menjadi permata hati kita , menangis karena kebodohan kita dalam memdidik mereka. Anak-anak adalah perwujudan dari Amanah Dari surga Kenapa harus kita siksa dan sakiti.

MARILAH KITA DIDIK ANAK-ANAK KITA DENGAN BAIK DAN BENAR DAN TERLEPAS DARI KEKERASAN DAN PENINDASAN.

DIAKUI ATAU TIDAK BANYAK TINDAK KEKERASAN TERHADAP ANAK DILAKUKAN OLEH PARA ORANG TUA SEPERTI KITA ,BAIK YANG DISENGAJA ATAUPUN TIDAK.KITA TIDAK INGIN ANAK MENJADI MANJA ,TAPI ITU MEMANG SUDAH SIFAT DARI ANAK-ANAK. SEMOGA TUHAN MEMBERIKAN KITA PETUNJUK DAN ARAHAN DALAM MEMDIDIK ANAK.

Banjir dan kabut asap adalah petaka

BANJIR bencana Ulah siapa?




Dimusim kemarau kita dapat petaka berupa kekeringan dan kebakaran hutan yang berdampak timbulnya kabut asap . Kabut asap tersebut sangat merugikan masyarakat seoperti terganggunya berbagai aktifitas dan kecelakaan transportasi. Selain itu,kabut asap juga menggangu kesehatan dengan banyaknya penderita penyakit radang pernapasan,infeksi saluran pernapasan akut (ISPA).

Namun,ketika musim kemarau berakhir dan disambut musim hujan petaka baru datang lagi, yaitu banjir dan tanah longsor.Masyarakat menjadi korban dan mengungsi didalam tenda-tenda darurat.Seperti korban banjir bandang di Aceh Tamiang (NAD) dan hampir seluruh wilayah di Sumatera.Dan dikalimantan Selatan,Kabupaten Tabalong, Balangan,Tanah laut hingga Hulu Sungai utara(Amuntai) dilanda banjir . Kini banjir juga menggenangi hampir seluruh ibukota Jakarta.Berbagai kegiatan atau aktifitas jadi terhenti.Jumlah kerugian harta dan benda sudah tidak terhitung lagi jumlahnya.Lalu bagaimana ini bisa terjadi? Adakah musim yang aman?

Apakah langkah kita bersama pemerintah dalam upaya menanggulangi banjir tidak ada? Kiranya untuk menjawab itu ada baiknya kita melihat kembali kebijakan pemerintah di sektor hulu.Yaitu upaya melestarikan hutan yang ada didaerah hulu yang akan berfungsi sebagai daerah resapan air jika terjadi hujan .

Kalau itu yang jadi ukuran maka masih dirasakan kurang ,sebab kerusakan hutan disektor hulu terus terjadi.Contoh banjir kiriman yang dialami Jakarta, lebih diakibatkan rusaknya hutan daerah puncak sebagai akibat dari perambahan hutan untuk pembangunan Hotel dan tempat pemukiman yang kurang memperhatikan dampak lingkungan.Dan kita juga tidak menutup mata ,kalau sebagian dari warga masyarakat juga punya andil dalam hal ini misalnya,dengan membuang sampah kesungai atau parit yang kemudian berakibat tersumbatnya aliran air hingga banjir lebih cepat terjadi.keadaan ini diperparah oleh curah hujan yang memang cukup tinggi.

Melihat kenyataan , bahwa baik di musim hujan ataupun di musim kemarau kita selalu kena petaka,musibah atau apapun namanya kenapa kita tidak menjadi lebih arif dan bijaksana dalam usaha mencegah atau mengantisipasinya?Disetiap musim kita selalu didera petaka tentu ada sesuatu yang salah atau keliru dengan tata kelola (governance) hutan.dalam Bencana pada musim kemarau, kemudian disambut lagi bencana dimusim hujan , seperti seekor keledai yang lepas dari mulut singa tapi disambut lagi oleh mulut buaya.Jika ini terjadi setiap tahun,tentu keledai akan habis dan binasa.Tetapi kita bukan keledai,sebab kita punya langkah antisipasinya namun masih banyak yang belum jalan atau masih jalan ditempat.

Menurut laporan dari badan Meteorologi dan Geofisika beberapa waktu lalu, bahwa hujan yang mengakibatkan banjir banding dan tanah longsor di sebagian besar wilayah sumatera lebih diakibat rusak/gundulnya hutan.Hal tersebut berdasarkan catatan mereka yang menyatakan bahwa curah hujan masih dalam batas normal.Pernyataan ini kemudian diperkuat oleh Wapres Yusuf kalla dan menteri Kehutanan MS. Kaban yang dilansir oleh berbagai media,baik cetak maupun elektronik.

Jika memang jelas sudah kerusakan hutan yang menjadi penyebab,maka ada baiknya kita terus memperbaiki tata kelola hutan yang kelihatan semrawut dan tidak terkendali pembabatannya.Aparat pemerintah mulai dari Presiden mengakui bahwa illegal logging /penebangan liar sangat besar pengaruhnya dalam kerusakan hutan.Kemudian itu Hutan yang semestinya jadi tempat resapan air yang kemudian dengan alami dan teratur mengalirkannya menuju anak-anak sungai hingga kelaut.

.

Kita perlu juga memperjelas bahwa kerusakan hutan tidak hanya diakibatkan oleh penebangan liar /illegal logging tetapi yang legalpun punya konstribusi seperti pemberian ijin pembabatan hutan untuk industri perkebunan serta untuk pertambangan.Bahkan izin ini sampai merambah kawasan hutan lindung seperti Perpu no 1 tahun 2004.

Seperti kita ketahui dalam jangka pendek pertambangan sangat bermanfaat bagi pendapatan nasional kita.Ia juga menyerap banyak angkatan kerja ,tetapi ia juga membabat hutan untuk kepentingan pertambangannya, sehingga kerusakan hutan juga tak bisa dihindari. Dalam jangka panjang hal tersebut juga membahayakan. Disini perlu perhatian dan kearifan kita semua dalam upaya menanggulangi dampaknya, terutama dengan sangat memperhatikan reklamasi dan reboisasi .Dan yang tak kalah penting didalam menambang mematuhi peraturan –peraturan, misalnya batas kedalaman sehingga tidak melewati batas permukaan laut.

Ini juga pernah disampaikan oleh Shirato Syafei dalam editorialnya di majalah Indonesia Corp.edisi 13 tahun 2004. .

Kerusakan hutan kian tahun terus berkurang secara kwantitas karena pemerintah kelihatannya agak lumayan dalam upaya menanggulangi.Ini disebabkan operasi hutan lestari yang digelar pemerintah.Tetapi yang jelas dan pasti adalah hutan yang dirusak kini hampir tidak ada lagi .

Kita berharap Rencana pemerintah yang akan membentuk badan yang akan mengelola dana 9,7 triliun rupiah Seperti yang diberitakan Metro TV lewat running teks- nya untuk reboisasi berjalan lancar dan tidak menjadi dana untuk orang yang bermental korup .Dengan begitu hutan dapat diperbaiki dan dampak dari kerusakannya seperti banjir dan tanah longsor dapat ditekan seminimal mungkin.

Lepas dari semua itu adalah perlunya penegakan hukum yang sangat kuat dan tegas bagi mereka yang melakukan pembalakan liar ,pembakaran hutan .Dan jangan kita hanya berwacana saja.

Dalam upaya penegakan hukum hendaknya pemerintah tidak terjadi tebang pilih,tetapi tegas dan seperti yang duungkapkan Menteri kehutanan MS kaban,bahwa para perusak hutan itu seperti teroris,sebab mereka tidak peduli jumlah korban atau kerugian yang ditimbulkannya.

Kalau penulis malah menganggap para pelaku kerusakan hutan baik yang ditebang atau dibakar sebagai hama yang perlu dibasmi sampai keakar-akarnya,sebab hama tidak punya rasa kemanusiaan dan kepedulian akan dampak merugikan yang mereka timbulkan. Jadi Untuk membasmi nya tidak perlu menggunakan hati tapi dengan tindakan yang sangat tegas.Yaitu dengan membuat para aparat penegak hukum seperti Predator yang kokoh dan kuat dengan payung hukum yang ia miliki.Dengan demikian kita harapkan para pelaku jadi jera dan hutan tetap lestari,kebakaran hutan dan kabut asap beserta banjir dapat dihindari.

Jumat, 28 November 2008

Visi dan Misi

  • Biodata
  • Nama : SYAHMINAN (ABAU)
  • Lahir : TANJUNG , 29 OKTOBER 1968
  • Agama : Islam
  • Riwayat Pendidikan : SDN lembaga Budi (Tanjung/Tabalong) menyelesaikannya di SDN Penyuluh Budi (Sulingan 1 sekarang),SMPN 2 Tanjung,SMPN, menyelesaikannya di SMPN 7 Banjarmasin,SMAN 7 (Smaven) Banjarmasin
  • Hobby :Membaca dan Menulis, karya tulis dalam bidang Sosial Politik dan di publikasikan lewat Harian Banjarmasin Post diantaranya.
  • Pengalaman Politik : Di jaman Orde Baru Mantan Aktifis (Kader PPP Banjarmasin ,kelurahan Kuripan,Banjar Timur 1992-1997) .Dan mantan Ketua Dewan Pimpinan Cabang partai Murba Kabupaten Banjar (1999-2000).Kemudian jadi Pemerhati/pengamat Politik yang diwujudkan dalam tulis...
Pekerjaan :Banyak sudah jenis pekerjaan saya lalui ,Kini hidup sederhana sebagai seorang pedagang sate keliling.

  • Terjun kedunia Politik lagi
Namun hidup tidak cukup hanya berwacana dalam bentuk karya tulis atau debat diwarung kopi,hidup perlu tindakan nyata dalam upaya memperbaiki diri dan masyarakat terutama dalam berpolitik.Karena alasan itu ada baiknya Turun gunung dan menjadi calon anggota dewan perwakilan rakyat melalui Partai Karya peduli Bangsa/PKPB.

Setelah melalui Pilkada Tabalong dan menghasilkan Bupati dan wakil Bupati terpilih ,maka kini kita dihadapkan pemilihan Umum .Dalam Pemilu inilah Akan terpilih Para wakil Rakyat yang akan mempunyai Hak -hak istemewa,diantaranya, Hak anggaran(budget),Hak legislasi, Hak Pengawasan ,....

VISI DAN MISI

Terwujudnya masyarakat Tabalong yang cerdas dan terciptanya fasilitas publik yang baik, murah ,tapi bermutu.Misalnya pelayanan dan kesehatan dirumah sakit RSUD Badaruddin Tanjung lebih lengkap dan lebih baik ,sehingga masyarakt tidak lagi harus berobat ke RSUD Pambalah Batung Amuntai karena lebih murah, baik dan bermutu. Hal ini sering dikeluhkan oleh masyarakat Tabalong. Menurut Mereka tidak semestinya Daerah yang kaya spt Kab.Tabalong punya pelayanan Publik yang minus tsb. Demikian juga dengan PDAM,terutama dengan tarifnya yang lebih mahal dari harga listrik.

Untuk mewujudkan hal tersebut perlu kerjasama semua pihak .Tapi semestinya Para anggota dewan punya sikap yang proaktif mempertanyakan kepada pihak eksekutif yang kemudian dicarikan solusinya bukan hanya diam dan terima gaji setiap bulan.Perlu sekali para anggota dewan itu menggunakan hak bicaranya (exercion power ) memberikan saran kepada Pemerintah (eksekutif) agar lebih memperhatikan Fasilitas dan pelayanan terhadap Publik.BUkan malah sering bepergian keluar daerah dalam rangka tugas(katanya),sementara tugas didepan mata Yaitu melayani Publik terbengkalai.










Rabu, 26 November 2008

NASIONALISME KITA

MENCARI DAN MENAKAR RASA NASIONALISME
Kabar burung akan adanya warga negara Indonesia yang jadi paramiliter malaysia,membuat kita perlu bertanya tentang nasionalisme mereka. Tapi kita perlu juga bertanya bagaimana nasionalisme itu bisa terkikis ?kemudian bagaimana caranya agar rasa nasionalisme itu tumbuh kuat dihati tiap warga negara Indonesia. Jangan-jangan rasa terkikisnya rasa nasionalisme mereka yang jadi paramiliter asing sebagai akibat atau ulah para pemimpin yang kurang peduli terhadap warga negaranya.Atau para pemimpin terlalu sibuk berebut pundi-pundi uang dan kekuasaan hingga lupa melayani masyarakat/rakyat tapi malah sebaliknya minta dilayani.berbahaya sekali jika perbatasan negara kita dijaga atau dikawal oleh paramiliter dengan KTP WNI tapi bekerja untuk kepentingan asing ."Please save our nation"

ada baiknya kita belajar dari sikap tegas negara lain yang mencerminkan sikap nasionalisme dan harga diri sebuah bangsa.......!!!!!!!!!


Melalui momentum Hari Kebangkitan Nasional yang jatuh pada tanggal 22 Mei,marilah kita pupuk kembali rasa Nasionalisme kita yang sepertinya mengering dan menurun.Mungkin kenyataan inilah melahirkan kritik para jenderal Purnawirawan tentang rasa Nasionalisme masyarakat yang cenderung menurun,tetapi kemiskinan terus meningkat selama kepemimpinan Susilo Bambang Yudhoyono (running teks metro tv,15/05/07) .

Sikap tegas Iran menangkap 15 marinir Inggris karena memasuki wilayah lautnya tanpa ijin.Tindakan itu melambangkan rasa Nasionalisme dan ketegasan mereka terhadap siapapun /Negara manapun yang melanggar wilayah hukumnya.

Rasa Nasionalisme yang tinggi membuat mereka berani menangkap para marinir inggris ,Padahal secara militer dan politik internasional Iran sangat jauh dibanding dengan inggris . Insiden tersebut tentu membuat pemerintah inggris marah namun Presiden Iran Mahmoud Ahmadinejad malah mendesak Inggris minta maaf kepada rakyat Iran.

Melalui berbagai perundingan dan diplomasi yang tertutup akhir para mariner inggris tersebut akhirnya dibebaskan. Tapi melalui peristiwa itu Iran makin disegani dan dihormati oleh bangsa lain didunia internasional karena ketegasannya.

Hal ini juga pernah terjadi pada bangsa /pejuang Indonesia ketika harus melawan penjajah.Pada waktu itu para pejuang tidak peduli dengan kalah dari segi persenjataan /militer dan politik tapi dengan rasa nasionalisme yang besar akhirnya dapat memenangkan pertempuran yang kemudian berbuah kemerdekaan.

Belajar dari Iran dalam memelihara wilayah hukumnya,ada baik kita juga tegas terhadap para pelanggar wilayah.Hal itu dapat kita wujudkan dengan menangkap atau menahan para pelanggarnya seperti kejadian diwilayah Ambalat.Sebab disana sering terjadi pelanggaran oleh pihak Malaysia, demikian yang sering kita dengar dan baca melaui berbagai media.

Tetapi sebelum kita dapat bertindak tegas,apakah memang wilayah tersebut betul wilayah hukum kita atau masih ada masalah dengan kepemilikannya.? Dalam hal ini Pemerintah sebaiknya lebih transparan kepada rakyat akan status wilayah tersebut.Sebab kita tidak ingin Kasus sipadan dan Ligitan yang kita klaim sebagai wilayah kita, namun pada akhirnya bukan milik kita lagi ketika diputuskan melalui persidangan internasional di Denhag.

Kita Berharap Kepada pemerintah agar segera menyelesaikan tentang masalah perbatasan Negara.Sebab sebagaimana kita ketahui masalah isu perbatasan sangat sensisif dengan rasa nasionalisme.

Kalau kita pelajari Perbatasan Darat kita dengan Malaysia ,mulai dari Tanjung Datu Kalimantan Barat hingga Sebatik Kalimantan Timur sepanjang 2004 km,dengan Papua Nugini,770 km,Timor Leste 300 km masih ada masalah.

Seperti halnya perbatasan darat,perbatasan laut juga masih ada masalah.Misalnya untuk batas Zona Ekonomi eksklusif (ZEE) 70% masih belum diakui oleh Negara tetangga seperti Timor Leste,Kep.palau.philipina,India Vietnam dan Thailand.Sedangkan dengan Papua Nugini dan Australia sudah selesai.

Rasa Nasionalisme/kepentingan Negara Patut lebih diutamakan dalam membuat sebuah kesepakatan dengan Negara lain/korporasi asing .Kita tidak ingin rasa nasionalisme dikalahkan oleh alasan lain yang lebih bersifat keuntungan secara materi.Apalagi lagi keputusan kerjasama atau kesepakatan hanya menguntungkan pihak –pihak tertentu saja dan bukan untuk kemaslahatan bangsa dan Negara.

Sebagai contoh, ijin ekspor pasir merugikan kita dan hanya menguntungkan mereka yang terlibat dalam bisnis tersebut.sementara sebagian pulau kita mulai tenggelam sebagai dampaknya.

Sementara itu Perjanjian kerjasama Pertahanan kita dengan Singapura telah ditanda tangani di Istana tampak Siring Bali.Dari perjanjian tersebut mengijinkan dan menyediakan wilayah untuk pihak angkatan bersenjata singapura latihan tempur.Dan pihak Singapura juga boleh mengajak pihak ketiga dalam latihan tersebut,namun atas ijin pihak Indonesia dulu.

Karuan saja hal ini menuai kritik dari anggota DPR dan berbagai pihak di Masyarakat.Misalnya direktur eksekutif pacivis Universitas Indonesia Andi Widjajanto menyatakan,Tak ada hal baru yang menguntungkan Indonesia dalam kerjasama itu.Dan akses teknologi persenjataan masih bisa kita dapat dengan cara lain.
DPR kita harapkan lebih berhati-hati sebelum meratifikasi perjanjian pertahanan tersebut.jangan sampai Rasa Nasionalisme kita terus turun hingga ketitik nadir.Marilah kita pelihara Negara kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dengan rasa Nasionalisme yang tinggi dan ketegasan yang berujung pada kewibawaan Bangsa dan Negara .

HALAL MEMBUNUH WARGA AHMADIYAH???

SAYA,KAMU DAN KITA MUNGKIN KAGET ATAS PERNYATAAN BEBERAPA ORANG DALAM SEBUAH CERAMAH ATAU KHOTBAH YANG MENGELUARKAN SEBUAH MAKLUMAT HALAL MEMBUNUH WARGA AHMADIYAH.HEBATNYA LAGI ITU TELAH DITAYANGKAN OLEH YOUTUBE KESELURUH DUNIA DAN DATANGNYA DARI INDONESIA......

KITA TENTUNYA BERHARAP TIDAK TERJADI PERANG SAUDARA KARENA PERSOALAN SPT ITU. JANGAN SAMPAI TERJADI SPT SUNNI DAN SYIAH DIIRAK........
MARILAH KITA PELIHARA KEISLAMAN DAN KEDAMAIAN /KESELAMATAN,BUKANKAH ISLAM ITU RAHMATAN LIL ALAMIN.............

ANARKISME DAPAT MEMICU PERANG SAUDARA

anarkisme FPI dan perang saudara
FPI atau front pembela Islam,telah mempertontonkan kekerasan dan anarkisme dengan memukuli dengan brutal terhadap para anggota AKKBP dimonas jakarta,1 juni 2008. Dan insiden itu kemudian disaksikan jutaan pemirsa televisi diseluruh dunia. Banyak sekali yang sangat menyesalkan hingga mengutuk tindak kekerasan yang telah FPI lakukan kepada sesama anak bangsa.Hukum seperti ada pada mereka bukan lagi pada negara. Apakah itu semua ingin menunjukkan bahwa islam penuh kekerasan dan pemaksaan terhadap orang yang berbeda pendapat seperti yang dituduhkan banyak pihak yang non muslim diluar sana...?Niat FPI benar tapi cara yang diambil dan yang ditempuh dengan anarkis itulah yang salah.

Sikap dan tindak kekerasan serta anarkisme yang dipertontonkan oleh FPI mendapat tanggapan yang yang beragam dari bangsa Indonesia.Namun pada umumnya banyak yang mengutuk dan meminta pemerintah(polisi) menindak pelaku insiden monas tersebut sesuai hukum yang berlaku,hingga desakan pembubaran ormas FPI .mereka pada umumnya telah banyak mendengar,melihat sikap arogan/radikal FPI dalam berbagai kasus kekerasan.mereka tidak segan-segan melakukan swepping terhadap sesuatu yang mereka tidak suka.Gus Dur ,bahkan mendesak FPI segera dibubarkan oleh pemerintah atau ia sendiri yang akan membubarkannya.

Insiden monas tersebut menyebabkan aksi-aksi tandingan yang menuntut pembubaran FPI,seperti oleh garda bangsa ,banser,pagar nusa dan ormas-ormas lainnya.Bahkan telah terjadi swepping terhadap anggota dan kantor FPI sperti didaerah jember dan daerah lainnya di jawa timur.kondiosi ini makin memanaskan suasana ditengah masyarakat.namun kiranya hal tersbut tiadak sampai berlanjut kepada tindakan anarkis baru yang makin memperkeruh suasana.

Kalau semua pihak bisa bertindak hanya berdasarkan pada keinginan kelompok,golongan,dan tidak peduli pada hukum yang berlaku dinegara ini maka yang terjadi adalah hukum rimba ,siapa kuat dia yang berkuasa.Untuk itulah pentingnya penegakkan hukum disuatu negara.Jangan biarkan Kelompok mayoritas berlaku seenaknya memaksakan kehendak terhadap minoritas .Jangan biarkan kelompok -kelompok atau ormas-ormas militan dan radikal tumbuh dinegeri ini kmudian bertindak anarkis terhadap yang lain.

Perang saudara atau perang sipil(CIVIL WAR) bisa terjadi dinegeri ini apabila hukum tidak ditegakkan. Sebab masyarakat yang merasa tidak terlindungi oleh hukum akan berusaha melindungi dirinya atau kelompoknya dengan senjata agar tidak menjadi sasaran kelompok lain yang berbeda pendapat,atau digunakan untuk balas dendam terhadap kelompok yang pernah menggangu atau menkan mereka.Akibatnya suasana tidak aman dan perang terbuka antar sesama anak bangsa tidak terhindarkan . Jangan main hakim sendiri atau memaksakan kehendak terhadap orang lain. Jangan merasa pendapat kita saja yang paling benar................to be continued.......

Siapapun boleh hidup diIndonesia dengan segala keyakinan yang miliki.
Bagaimana agar kita hidup dapat rukun dan damai tanpa harus saling mengusik satu sama lain....?sehingga tidak ada sikap saling curiga dan menanam bibit kebencian yang akhirnya berujung pada tindakan saling bermusuhan dan memicu peranggggggggggggg antar sesama uma manusia ,anak cucu adam.

Banyak sekali perbedaan paham,agama ,budaya,ras, diantara umat manusia.Jangan jadikan perbedaan sebagai musuh atau ancaman,dan jangan pula ia dijadikan unjtuk saling memerangi agar terjadi hanya satu paham,agama atau budaya.Bahkan untuk ras yang berbeda akan dimusnahkan /genoside .Kita sangat meyakini hanya agama Islam yang benar.Namun keberadaan agama lain dimuka bumi ini adalah sebuah fakta yang harus kita akui.kemuliaan tidak bisa dibangun dengan kekerasan,pemaksaan.bahklan yang timbul adalah tirani,diktator.Kalau allah menghendaki sluruh uma manusia pasti jadi muslim.

Janganlah kita lakukan kekerasan/penghancuran atas nama Islam,karena itu mungkin hanya akan mendiskreditkan islam itu sendiri.....Ucapan saya, anda ,kalian atau mereka belum tentu benar,sebab hanya kalam ilahi-lah yang pasti benar.

Allah saja tidak pernah memaksakan apa yang harus hambanya lakukan,lalu kita ingin memaksakan......hebatnya kita....ya???????

Mengenai ajaran Ahmadiyah kita sangat yakin itu adalah aliaran yang sesat ,tapi jangan kita belokkan antara tindakan anarkis dan usaha kita untuk membubarkan aliran itu.Dinegeri yang menjunjung tinggi hukum tentu punya hukum positif yang akan dijalankan dalam mengatasi berbagai permasalahan.Tentu saja hukum Positif diIndonesia bukan hukum islam jadi hasilnya tidak sama alias berbeda.......cape dehhhhhhhhh
di 06:28 0 komentar Link ke posting ini
Kamis, 2008 Mei 01
HALAL MEMBUNUH WARGA AHMADIYAH.??
SAYA,KAMU DAN KITA MUNGKIN KAGET ATAS PERNYATAAN BEBERAPA ORANG DALAM SEBUAH CERAMAH ATAU KHOTBAH YANG MEMBUATKAN SEBUAH MAKLUMAT HALAL MEMBUNUH WARGA AHMADIYAH.HEBATNYA LAGI ITU TELAH DITAYANGKAN OLEH YOUTUBE KESELURUH DUNIA.......

KITA TENTUNYA BERHARAP TIDAK TERJADI PERANG SAUDARA KARENA PERSOALAN SPT ITU. JANGAN SAMPAI TERJADI SPT SUNNI DAN SYIAH DIIRAK........
MARILAH KITA PELIHARA KEISLAMAN DAN KEDAMAIAN /KESELAMATAN

KRISIS EKONOMI GLOBAL ALIAS RESESI

Krisis ekonomi Global yang menerpa hampir seluruh dunia hingga juga membuat Indonesia juga merasakan Dampaknya. Bursa Efek Indonesia anjlok dalam sekali atau turunnya terlalu tajam akibat banyaknya investor yang katanya lagi panik .

Karena banyak Orang yang panik hingga dianggap berpikir tidak rasional maka BEI ditutup.Dan Ternyata Bapepam dan pemerintah juga ikut panik...,walau tidak panik-panik amat tapi itu dapat terlihat dengan banyaknya komentar pejabat Bapepam ,pemerintah(SBY,Menkeu ,dll)

Jual-beli kertas dapatnya kertas juga.maka ketika kertas menjadi tak berharga yah apa harus dibuang atau disobek. kalau beli tanah dapat Tanah,Beli emas dapat emas dll

Barangkali krisis ini akan menambah kekayaan Warren Buffet atu george soros yang pintar bermain kertas dilantai bursa .Kalau yang ahli bermain Kertas adalah orang jepang dengan Origaminya

Selasa, 25 November 2008

UNDANG‑UNDANG PEMILIHAN UMUM

UNDANG‑UNDANG REPUBLIK INDONESIA

NOMOR 3 TAHUN 1999

TENTANG

PEMILIHAN UMUM



DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,


MENIMBANG a. bahwa berdasarkan Undang‑Undang Dasar 1945, negara Republik Indonesia adalah negara yang berkedaulatan rakyat;


b. bahwa pemilihan umum merupakan sarana untuk mewujudkan kedaulatan rakyat dalam rangka keikutsertaan rakyat dalam penyelenggaraan pemerintahan negara;


c.bahwa Pemilihan Umum bukan hanya bertujuan untuk memilih wakil‑wakil rakyat yang akan duduk dalam lembaga Permusyawaratan/Perwakilan, melainkan juga merupakan suatu sarana untuk mewujudkan penyusunan tata kehidupan Negara yang dijiwai semangat Pancasila dan Undang Undang Dasar 1945 dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia;


d.bahwa untuk lebih mewujudkan kedaulatan di tangan rakyat dan dengan telah dilakukannya penataan Undang-undang di bidang politik. Perlu menata kembali penyelenggaraan pemilihan umum secara demokratis dan transparan, jujur dan adil, dengan mengadakan pemberian dan pemungutan suara secara langsung, umum, bebas, dan rahasia;


e.Bahwa Undang‑undang Nomor 15 Tahun 1969 tentang Pcmilihan Umum Anggota‑anggota Badan Permusyawaratan/Perwakilan Rakyat. Sebagaimana telah diubah dengan Undang‑undang Nomor 4 Tahun 1975.

f.Undang‑undang Nomor 2 Tahun 1980. dan Undang‑undang Nomor 1 Tahun 1985, sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan dan tuntutan kehidupan politik, karna itu perlu dicabut;



MENGINGAT : 1.bahwa sehubungan dengan hal‑hal tersebut pada huruf a, b, c, d, dan e, perlu ditetapkan Undang‑undang tentang Pemilihan Umum;

2.Pasal 1 ayat (2), Pasal 5 ayat (1), Pasal 20 ayat (1), dan Pasal 27 ayat (1) Undang Undang Dasar 1945;

3.

Ketetapan Majelis Permuyawaratan Rakyat Republik In­donesia Nomor XIV/IV/MPR/1998 tentang Perubahan dan Tambahan Atas Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor III/MPR/1988 tentang Pemilihan Umum;

4.Undang‑undang Nomor 2 Tahun 1999 tentang Partai Politik (Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 22, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3809);

Undang‑undang Nomor 4 Tahun 1999 tentang Susunan dan Kedudukan Majelis Permusyawaratan, Dewan Penvakilan Rakyat, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 24, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3811);




Dengan Persetujuan



DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA



MEMUTUSKAN



Menetapkan : UNDANG‑UNDANG TENTANG PEMILIHAN UMUM



BAB I



KETENTUAN UMUM



Pasal 1



(1) Pemilihan Umum adalah sarana pelaksanaan kedaulatan rakyat dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan Undang Undang Dasar 1945.



(2) Pemilihan Umum diselenggarakan secara demokratis dan transparan, jujur dan adil, dengan mengadakan pemberian dan pemungutan suara secara langsung, umum, bebas, dan rahasia.



(3) Pemilihan Umum dilaksanakan setiap 5 (lima) tahun sekali pada hari libur atau hari yang diliburkan secara serentak di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.



(4) Pemilihan Umum dilaksanakan untuk memilih Anggota Dewan Penvakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Tingkat I, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Tingkat II yang selanjutnya disebut DPR, DPRD I, dan DPRD II, kecuali untuk Anggota DPR, DPRD I, dan DPRD II dari Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI).



(5) Pemilihan Umum sebagaimana dimaksud ayat (4) juga untuk mengisi keanggotaan Majelis Permusyawaratan Rakyat. yang selanjutnya disebut MPR.



(6) Pemberian suara dalam pemilihan umum adalah hak setiap warga negara yang memenuhi syarat untuk memilih.



(7) Pemilihan Umum dilaksanakan dengan menggunakan sistem proporsional berdasarkan stelsel daftar.



Pasal 2



Perencanaan, pelaksanaan, pengawasan Pemilihan Umum didasarkan atas prinsip‑prinsip demokrasi yang dijiwai semangat Pancasila dan Undang Undang Dasar 1945.



BAB II



DAERAH PEMILIHAN DAN JUMLAH KURSI



Pasal 3



(1) Untuk pemilihan anggota DPR, DPRD I, dan DPRD II masing‑masing ditetapkan Daerah Pemilihan sesuai dengan tingkatannva.



(2) a. Untuk pemilihan anggota DPR. Daerah Pemilihannya adalah Daerah Tingkat I;



b. Untuk penulihan anggota DPRD I. Daerah Tingkat I merupakan satu Daerah Pemilihan;



c. Untuk pemilihan anggota DPRD II. Daerah Tingkat II merupakan satu Daerah Pemilihan;



Pasal 4



(1) Jumlah kursi Anggota DPR untuk setiap Daerah Pemilihan ditetapkan berdasarkan pada jumlah penduduk di Daerah Tingkat I, dengan ketentuan setiap Daerah Tingkat II mendapat sekurang‑kurangnya I (satu) kursi.



(2) Jumlah kursi Anggota DPR di masing‑masing Daerah Pemilihan ditetapkan oleh KPU.



Pasal 5



(1) Jumlah kursi Anggota DPRD I ditetapkan sekurang‑kurangmya 45 (empat puluh lima) dan sebanyak‑banyaknya 100 (seratus)



(2) Jumlah kursi Anggota DPRD I sebagaimana dimaksud pada ayat (1) didasarkan pada jumlah penduduk di Daerah Tingkat I, dengan ketentuan sebagai berikut :



a. Daerah Tingkat I yang jumlah penduduknya sampai dengan 3.000.000 (tiga juta) jiwa mendapat 45 (empat puluh lima) kursi;



b. Daerah Tingkat I yang jumlah penduduknya 3.000.001 (tiga juta satu) sampai dengan 5.000.000 (lima juts) jiwa mendapat 55 (lima puluh lima) kursi;



c. Daerah Tingkat I yang jumlah penduduknya 5.000.001 (lima juta satu) sampai dengan 7.000.000 (tujuh juta) jiwa mendapat 65 (enam puluh lima) kursi;



d. Daerah Tingkat I yang jumlah penduduknya 7.000.001 (tujuh juta satu) sampai dengan 9.000.000 (sembilan juts) jiwa mendapat 75 (tujuh puluh lima) kursi;

e. Daerah Tingkat I yang jumlah penduduknya 9.000.001 (sembilan juta satu) sampai dengan 12.000.000 (dua belas juts) jiwa mendapat 85 (delapan puluh lima) kursi;



f. Daerah Tingkat I yang jumlah pendudukma di alas 12.000.000 (dua betas juta) jiwa mendapat 100 (seratus) kursi;



(3) Setiap Daerah Tingkat II mendapat sekurang‑kurangnya 1 (satu) kursi untuk Anggota DPRD I.



(4) Penetapan jumlah kursi Anggota DPRD I untuk setiap Daerah Pemilihan ditetapkan oleh KPU.



Pasal 6



(1) Jumlah kursi Anggota DPRD II ditetapkan sekurang‑kurangnya 20 (dua puluh) dan sebanyak‑banyaknya 45 (empat puluh lima).



(2) Jumlah kursi Anggota DPRD II sebagaimana dimaksud pada ayat (1) didasarkan pada jumlah penduduk di Daerah Tingkat II, dengan ketentuan sebagai berikut :



a. Daerah Tingkat II yang jumlah penduduknya sampai dengan 100.000 (seratus ribu) jiwa mendapat 20 (dua puluh) kursi:



b. Daerah Tingkat lI yang jumlah penduduknya 100.001 (seratus ribu satu) sampai dengan 200.000 (dua ratus ribu) jiwa mendapat 25 (dua puluh lima) kursi;



c. Daerah Tingkat II yang jumlah penduduknya 200.001 (dua ratus ribu satu) sampai dengan 300.000 (tiga ratus ribu) jiwa mendapat 30 (tiga puluh) kursi;



d. Daerah Tingkat II yang jumlah penduduknya 300.001 (tiga ratus ribu satu) sampai dengan 400.000 (empat ratus ribu) jiwa mendapat 35 (tiga puluh lima) kursi;



e. Daerah Tingkat II yang jumlah penduduknya 400.001 (empat ratus ribu satu) sampai dengan 500.000 (lima ratus ribu) jiwa mendapat 40 (empat puluh) kursi;



f. Daerah Tingkat II yang jumlah penduduknya di atas 500.000 (lima ratus ribu) jiwa mendapat 45 (empat puluh lima) kursi;



(3) Setup wilayah kecamatan mendapat sekurang‑kurangnya 1 (satu) kursi untuk Anggota DPRD II.



(4) Penetapan jumlah kursi untuk setup Daerah Pemilihan Anggota DPRD 11 ditentukan oleh KPU



Pasal 7



Jumlah Anggota DPR. UPRD I, dan DPRD II ditetapkan berdasarkan ketentuan Undang‑undang Nomor 4 Tahun 1999 tentang Susunan dan Kedudukan Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.







BAB III



PENYELENGGARAAN DAN ORGANISASI



Pasal 8



(1) Penanggung jawab Pemilihan Umum adalah Presiden.



(2) Penyelenggaraan Pemilihan Umum dilakukan oleh Komisi Pemilihan Umum yang bebas dan mandiri, yang terdiri atas unsur partai‑partai politik peserta Pemilihan Umum dan Pemerintah. yang bertanggung jawab kepada Presiden.



(3) Komisi Pemilihan Umum sebagaimana dimaksud pada ayat (2) yang selanjutnya disebut KPU, berkedudukan di Ibukota Negara.



(4) Pembentukan KPU diresmikan dengan Keputusan Presiden.



Pasal 9



(1) Keanggotaan KPU terdiri dari 1 (satu) orang Wakil dari masing‑masing Partai Politik peserta Pemilihan Umum dan 5 (lima) orang wakil Pemerintah.



(2) Hak suara dari unsur Pemerintah dan Wakil Partai Politik Peserta Pemilihan Umum ditentukan berimbang.



(3) Wakil Partai Politik Peserta Pemilihan Umum ditentukan oleh masing-­masing Pimpinan Pusat Partai dan Wakil Pemerintah ditetapkan oleh Presiden.



(4) KPU terdiri dari seorang Ketua, 2 (dua) orang Wakil Ketua, dan Anggota-­anggota.



(5) Ketua dan Wakil‑wakil Ketua dipilih secara demokratis dari dan oleh Anggota KPU dalam rapat pleno KPU.



(6) Masa keanggotaan KPU adalah 5 (lima) tahun.



(7) Tata kerja KPU disusun dan ditetapkan oleh KPU.



(8) Dalam melaksanakan tugasnya KPU dibantu oleh sebuah Sekretariat Umum yang dipimpin oleh seorang Sekretaris Umum, dibantu seorang Wakil Sekretaris Umum.



(9) Organisasi dan tata kerja Sekretariat KPU ditetapkan oleh Presiden.



(10) Sekretaris Umum dan Wakil Sekretaris Umum sebagaimana dimaksud pada ayat (8) diangkat dan diberhentikan oleh Presiden.



(11) Dalam melaksanakan tugasnya, Sekretaris Umum sebagaimpa dimaksud pada ayat (8) secara teknis operasional bertanggung jawab kepada KPU dan secara teknis administratif bertanggung jawab kepada Pemerintah.









Pasal 10



Untuk melaksanakan Pemilihan Umum, KPU mempunyai tugas dan ke­wenangan sebagai berikut :



a. merencanakan dan mempersiapkan pelaksanaan Pemilihan Umum;



b. menerima, meneliti, dan menetapkan Partai‑partai Politik yang berhak sebagai peserta Pemilihan Umum;



c. membentuk Panitia Pemilihan Indonesia yang selanjutnya disebut PPI dan mengkoordinasikan kegiatan Pemilihan Umum mulai dari tingkat pusat sampai di Tempat Pemungutan Suara yang selanjutnya disebut TPS;



d. menetapkan jumlah kursi anggota DPR, DPRD I, dan DPRD II untuk setiap daerah pemilihan;



e. menetapkan keseluruhan basil pemilihan umum di semua daerah pemilihan untuk DPR. DPRD I, dan DPRD II;



f. mengumpulkan dan mensistematisasikan bahan‑bahan serta data basil Pemilihan Umum



g. memimpin tahapan kegiatan Pemilihan Umum.



Pasal 11



Selain tugas dan kewenangan KPU sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10, selambat‑lambatnya 3 (tiga) tahun setelah Pemilihan Umum dilaksanakan, KPU mengevaluasi sistem Pemilihan Umum.



Pasal 12



(1) PPI yang dibentuk sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 huruf c berkedudukan di Ibukota Negara dan berfungsi sebagai pelaksana KPU dalam menyelenggarakan Pemilihan Umum.



(2) Keanggotaan PPI terdiri dari wakil‑wakil Partai Politik Peserta Pemilihan Umum dan Pemerintah, dengan susunan seorang Ketua, Wakil‑wakil Ketua, Sekretaris, Wakil‑wakil Sekretaris, dan Anggota‑anggota.



(3) Ketua, Wakil‑wakil Ketua, Sekretaris, dan Wakil‑wakil Sekretaris PPI dipilih secara demokratis oleh anggota KPU dari anggota KPU yang bukan unsur Pimpinan KPU.



(4) Susunan dan keanggotaan PPI ditetapkan dengan keputusan KPU.



Pasal 13



Tugas dan kewenangan PPI adalah :



a. Membentuk serta mengkoordinasikan kegiatan Panitia Pemilihan Daerah Tingkat I yang selanjutnya disebut PPD I di seluruh Indonesia;



b. Menetapkan nama‑nama calon anggota DPR untuk setiap daerah pemilihan;



c. Melaksanakan Pemilihan Umum untuk pemilihan anggota DPR;



d. Menghitung suara basil Pemilihan Umum untuk menentukan anggota DPR.



Pasal 14



(1) PPD I yang dibentuk oleh PPI sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 huruf a. berkedudukan di Ibukota Propinsi dan berfungsi sebagai pelaksana PPI dalam menyelenggarakan Pemilihan Umum.



(2) Kcanggotaan PPD I terdiri dari wakil‑wakil Partai Politik Peserta Pemilihan Umum dan Pemerintah. dengan susunan Ketua, Wakil‑wakil Ketua, Sekretaris, Wakil‑wakil Sekretaris, dan Anggota‑anggota.



(3) Ketua, Wakil‑wakil Ketua, Sekretaris, dan Wakil‑wakil Sekretaris dipilih secara demokratis dari dan oleh anggota PPD I.



(4) Susunan dan keanggotaan PPD I ditetapkan dengan keputusan PPI.



Pasal 15



Tugas dan Kewenangan PPD I adalah :



a. membentuk dan mengkoordinasikan kegiatan Panitia Pemilihan Daerah Tingkat II yang selanjutnya disebut PPD II di setiap daerah pemilihan;



b. menetapkan nama‑nama calon anggota DPRD I untuk setiap daerah pemilihan;



c. melaksanalcan pemilihan umum untuk pemilihan anggota DPR dan DPRD I;



d. menghitung suara hasil Pemilihan Umum setiap daerah Pemilihan untuk DPR dan DPRD I;



e. membantu tugas‑tugas PPI.



Pasal 16



(1) PPD II yang dibentuk oleh PPD I sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 huruf a, berkedudukan di Ibukota Kabupaten/Kotamadya dan berfungsi sebagai pelaksana PPD I dalam menyelenggarakan Pemilihan Umum.



(2) Keanggotaan PPD II terdiri dari Wakil‑wakil Partai Politik Peserta Pemilihan Umum dan Pemerintah, dengan susunan Ketua, Wakil‑wakil Ketua, Sekretaris, Wakil‑wakil Sekretaris dan Anggota‑anggota.



(3) Ketua, Wakil‑wakil Ketua, Sekretaris, dan Wakil‑wakil Sekretaris dipilih secara demokratis dari dan oleh Anggota PPD II.



(4) Susunan dan keanggotan PPD II ditetapkan dengan keputusan PPD I.



Pasal 17



Tugas dan Kewenangan PPD II adalah



a. membentuk dan mengkoordinasikan kegiatan Panitia Pemilihan Kecamatan yang seanjutnya discbut PPK;



b. menetapkan nama‑nama Calon anggota DPRD 11 untuk setiap daerali pemilihan:



c. melaksanakan Pemilihan Umum untuk pemilihan aggota DPR. DPRD I, dan DPRD II di daerahnya;



d. menghitung suara basil Pemilihan Umum setiap daerah pemilihan untuk DPR. DPRD, dan DPRD II:



e. membantu tugas‑tugas PPD I.



Pasal 18



(1) PPK yang dibentuk oleh PPD II sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 huruf a berkedudukan di Kecamatan yang bersangkutan dan berfungsi sebagai pelaksana PPD II dalam menyelenggarakan Pemilihan Umum.



(2) Keanggotaan PPK terdiri dari Wakil‑wakil Partai Politik Peserta Pemilihan Umum dan Pemerintah, dengan susunan Ketua, Wakil Ketua, Sekretaris, Wakil Sekretaris dan Anggota‑anggota.



(3) Ketua, Wakil Ketua, Sekretaris, dan Wakil Sekretaris dipilili sccara demokratis dari dan oleh Anggota PPK.



(4) Susunan dan keanggotaan PPK ditetapkan dengan keputusan PPD II.



Pasal 19



Tugas dan Kewenangan PPK adalah:



a. membentuk dan mengkoordinasikan kegiatan Panitia Pemungutan Suara yang selanjutnya disebut PPS;



b. menghitung suara hasil Pemilihan Umum untuk DPR, DPRD 1, dan DPRD II di tingkat Kecamatan;



c. membantu tugas‑tugas PPD 11.



Pasal 20



(1) Dalam melaksanakan tugasnya PPI, PPD 1. PPD II, dan PPK dibantu oleh sebuah Sekretariat yang dikepalai oleh seoran¢ Kepala Sekretariat.



(2) Susunan organisasi, dan tata kerja Sekretariat Panitia sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan keputusan Menteri Dalam Negeri.



(3) Personalia Sekretariat PPI diangkat dan diberhentikan oleh Menteri Dalam Negeri.



(4) Personalia Sekretariat PPD I diangkat dan diberhentikan oleh Gubernur.



(5) Personalia Sekretariat PPD II dan PPK diangkat dan diberhentikan oleh Bupati/Walikotamadya.



Pasal 21



(1) PPS yang dibentuk oleh PPK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 huruf a berkedudukan di Desa/Kelurahan/Unit Pemukiman Transmigrasi (UPT) yang bersangkutan, dan berfungsi sebagai pelaksana PPK dalam menyelenggarakan Pemilihan Umum.



(2) Keanggotaan PPS terdiri dari Wakil‑wakil Partai Politik Peserta Pemilihan Umum dan Pemerintah, dengan susunan Ketua, Wakil Ketua, Sekretaris. dan Anggota‑anggota.



(3) Ketua. Wakil Ketua. dan Sekretaris dipilih secara demokratis dari dan oleh Anggota PPS.



(4) Susunan dan Keanggotaan PPS ditetapkan dengan keputusan PPK.



Pasal 22



Tugas dan Kewenangan PPS adalah :



a. Melakukan pendaftaran pemilih dengan membentuk petugas pendaftaran pemilih;



b. Membentuk Kelompok Pelaksana Pemungutan Suara yang selanjutnya disebut KPPS sesuai dengan jumlah TPS;



c. Membantu tugas‑tugas PPK;



Pasal 23



(1) Keanggotaan KPPS terdiri dari wakil‑wakil Partai Politik Peserta Pemilihan Umum dan/atau wakil masyarakat.



(2) Susunan keanggotaan KPPS adalah sebagai berikut:

a. Seorang Ketua merangkap Anggota:

b. Seorang Wakil Ketua merangkap Anggota:

c. Anggota‑anggota.



(3) Ketua dan Wakil Ketua KPPS dipilih dari dan oleh Anggota KPPS.



(4) Susunan dan keanggotaan KPPS ditetapkan dengan keputusan PPS.



(5) Jumlah, tugas, dan kewajiban masing‑masing Anggota KPPS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh KPU.



(6) KPPS dilengkapi dengan dua orang anggota Pertahanan Sipil sebagai petugas keamanan yang diusulkan oleh Kepala Desa atau Kepala Kelurahan dan ditetapkan oleh KPPS.



(7) Setiap Partai Politik Peserta Pemilihan Umum di Daerah Pemilihan yang bersangkutan dapat mengutus satu orang saksi untuk mengikuti persiapan pemungutan suara, pelaksanaan pemungutan suara, dan penghitungan suara, di setiap TPS.



(8) Saksi utusan setiap Partai Politik peserta Pemilihan Umum di TPS harus menunjukkan surat mandat dari Pimpinan Partai Politik setempat kepada KPPS.



BAB IV



PENGAWASAN DAN PEMANTAUAN PEMILIHAN UMUM



Pasal 24



(1) Dalam rangka mengawasi penyelenggaraan Pemilihan Umum dibentuk Panitia Pengawas.



(2) Panitia pengawas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibentuk di Tingkat Pusat, Propinsi, Kabupaten/Kotamadya, dan Tingkat Kecamatan.



(3) Keanggotaan Panitia Pengawas Tingkat Pusat, Tingkat I, dan Tingkat II, terdiri dari Hakim, Unsur Perguruan Tinggi, dan Unsur Masyarakat.



(4) Keanggotaan Panitia Pengawas Tingkat Kecamatan terdiri dari unsur Perguruan Tinggi dan unsur masyarakat.



(5) Susunan Panita Pengawas sebagaimana dimaksud pada ayat ( 3 ) dan ayat (4) ditetapkan oleh Ketua Mahkamah Agung untuk Tingkat Pusat, Ketua Pengadilan Tinggi untuk Tingkat I, Ketua Pengadilan Negeri untuk Tingkat II dan Tingkat Kecamatan.



Pasal 25



Hubungan dan tata kerja antara Panitia Pengawas dengan KPU dan Panitia Pelaksana mulai dari Tingkat Pusat sampai dengan di TPS, diatur lebih lanjut oleh Mahkamah Agung, berkonsultasi dengan KPU.



Pasa1 26



Togas dan kewajiban Panitia Pengawas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 adalah:



a. mengawasi semua tahapan penyelenggaraan Pemilihan Umum;



b. menyelesaikan sengketa alas perselisihan yang timbal dalam penyelenggaraan Pemilihan Umum;



c. menindaklanjuti temuan, sengketa, dan perselisihan yang tidak dapat diselesaikan untuk dilaporkan kepada instansi penegak hokum:











Pasal 27



(1) Lembaga‑lembaga Pemantau Pemilihan Umum baik dari dalam maupun luar negeri dapat melakukan pemantauan terhadap penyelenggaraan Pemilihan Urnum dengan mendaftarkan diri pada KPU.



(2) Tata cara pemantauan Pemilihan Umum oleh lembaga‑lembaga sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh KPU.



BAB V



HAK MEMILIH



Pasal 28



Warga negara Republik Indonesia yang selanjutnya disebut warga negara yang pada waktu pemungutan suara untuk Pemilihan Umum sudah berumur 17 (tujuh belas) tahun atau sudah/pernah kawin mempunyai hak memilih.



Pasal 29



(1) Untuk dapat menggunakan hak memilih seorang warga negara harus terdaftar sebagai pemilih.



(2) Untuk dapat didaftar sebagai pemilih harus dipenuhi syarat‑syarat sebagai berikut:



a. nyata‑nyata tidak sedang terganggu jiwa/ingatannya;



b. tidak sedang menjalani pidana penjara atau pidana kurungan berdasarkan putusan Pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hokum tetap, karma tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih;



c. tidak sedang dicabut hak pilihnya berdasarkan putusan Pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hokum tetap.



(3 ) Seorang warga negara yang setelah terdaftar dalam daftar pemilih ternyata tidak lagi memenuhi syarat sebagaimana dimaksud pada ayat (2). tidak dapat menggunakan hak memilihnya.



Pasal 30



Anggota Angkatan Bersenjata Republik Indonesia tidak menggunakan hak memilih.



Pasal 31



Menteri Kehakiman memberitahukan kepada KPU tiap‑tiap putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hokum tetap, yang mengakibatkan seseorang dicabut hak pilihnya.











BAB VI



PENDAFTARAN PEMILIH



Pasal 32



(1) Pemberian suara merupakan hak waxga negara yang berhak memilih.



(2) Pendaftaran pemilih di tempat yang ditentukan, dilakukan secara aktif oleh pemilih dengan menunjukkan Kartu Tanda Penduduk (KTP) atau bukti diri lainnya yang sah.



(3) Untuk Desa/Kelurahan/UPT yang secara geografis sulit dijangkau oleh pemilih dan atau kondisi masyarakatnya masih sulit berprakarsa untuk mendaftarkan diri. PPS berkewajiban aktif melakukan pendaftaran pemilih yang bersangkutan.



(4) Penentuan jadwal waktu dimulai dan berakhirnya pendaftaran pemilih ditentukan oleh KPU.



Pasal 33



(1) Pendaftaran pemilih sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32, dilakukan dengan mencatat data pemilih dalam Daftar Pemilih.



(2) Format Daftar Pemilih sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh KPU.



Pasal 34



(1) Pemilih yang namanya telah dicatat dalam Daftar Pemilih sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33, diberi bukti pendaftaran yang berlaku sebagai surat panggilan.



(2) Format surat panggilan ditetapkan oleh KPU.



Pasal 35



( I ) Warga negara yang berhak memilih dan bertempat tinggal di luar negeri mendaftarkan diri ke Parutia Pemilihan Luar Negeri yang selanjutnya disebut PPLN, setempat.



(2) PPLN berkedudukan di kantor‑kantor perwakilan Republik Indonesia setempat.



(3 ) PPLN terdiri dari wakil‑wakil masyarakat Indonesia yang ditentukan oleh Kepala Perwakilan Republik Indonesia setempat, dengan mempertim­bangkan usulan yang telah masuk dari Pimpinan Pusat Partai Politik Peserta Pemilihan Umum.



(4) Susunan keanggotaan PPLN terdiri dari seorang Ketua, seorang Wakil Ketua, seorang Sekretaris, dan sekurang‑kurangnya 3 (tiga) orang anggota, selanjutnya diusulkan kepada PPI untuk memperoleh Surat Keputusan.



Pasal 36



(1) Seorang pemilih hanya dapat didaftar dalam satu daftar pemilih.



(2) Apabila seorang pemilih mempuncai lebih dari satu tempat tinggal. pemilih tersebut harus menentukan satu di antaranya untuk ditetapkan sebagai tempat tinggal yang tetap.



(3) Apabila kemudian ternyata pemilih tersebut dengan sengaja mendaftarkan diri dalam lebih dari satu daftar pemilih, maka pemilih yang bersangkutan kehilangan hak pilihnya.



Pasal 37



(1) Apabila seorang pemilih telah terdaftar dalam Daftar Pemilih sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33, kemudian berpindah tempat tinggal, pemilih yang bersangkutan melapor kepada PPS setempat.



(2) Pemilih terdaftar yang telah melaporkan kepindahannya, menerima bukti tanda pendaftaran dari PPS di tempat tinggal yang baru.



(3) Pemilih terdaftar yang terpaksa tidak dapat menggunakan hak pilihnya di tempat yang bersangkutan tercatat dalam daftar pemilih, dapat menggunakan hak pilihnya di tempat lain yang pengaturan lebih lanjut ditentukan oleh KPU.



Pasal 38



(1) Daftar Pemilih Sementara diumumkan oleh PPS guns memberi kesem­patan kepada para pemilih untuk menyempurnakan Daftar Pemilih Sementara tersebut selanjutnya disahkan oleh PPK.



(2) Daftar Pemilih Sementara yang telah disempurnakan dan disahkan men­jadi Daftar Pemilih Tetap oleh PPK, diumumkan oleh PPS.



(3) Pemilih yang behun terdaftar dalam daftar pemilih tetap, dapat mendaf­tarkan diri dalam daftar pemilih tambahan.



(4) Jadwal dan jangka waktu kegiatan‑kegiatan sebagaimana dimaksud dada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur oleh KPU.



(5) Daftar Pemilih Sementara, Daftar Pemilih Tetap, dan Daftar Pemilih Tambahan harus diberikan salinannya kepada Partai Politik Peserta Pemilihan Umum.



BAB VII



SYARAT KEIKUTSERTAAN DALAM PEMILIHAN UMUM



Pasal 39



(1) Partai Politik dapat menjadi peserta Pemilihan Umum apabila memenuhi syarat‑syarat sebagai berikut



a. diakui keberadaannya sesuai dengan Undang‑undang tentang Partai Politik;



b. memiliki pengurus di lebih dari 1/2 (setengah) jumlah propinsi di Indonesia;



c. memiliki pengurus di lebih dari 1/2 (setengah) jumlah kabupaten/ kotamadya di propinsi sebagaimana dimaksud pada huruf b;

d. mengajukan nama dan tanda gambar partai politik.



(2) Partai Politik yang telah terdaftar, tetapi tidak memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), tidak dapat menjadi Peserta Pemilihan Umum, namun keberadaannya tetap diakui selama partai tersebut melaksanakan kewajiban‑kewajiban sebagaimana diatur dalam Undang­-undang tentang Partai Politik.



(3) Untuk dapat mengikuti Pemilihan Umum berikutnya, Partai Politik harus memiliki sebanyak 2% (dua per seratus) dari jumlah kursi DPR atau memiliki sekurang‑kurangnya 3% (tiga per seratus) jumlah kursi DPRD I atau DPRD II yang tersebar sekurang‑kurangnya di 1/2 (setengah) jumlah propinsi dan di 1/2 (setengah) jumlah kabupaten/kotamadya seluruh In­donesia berdasarkan hasil Pemilihan Umum.



(4) Partai Politik Peserta Pemilihan Umum yang tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), tidak boleh ikut dalam Pemilihan Umum berikutnya, kecuali bergabung dengan partai politik lain.



(5) Pendaftaran Partai Politik untuk menjadi peserta Pemilihan Umum, diatur lebih lanjut dengan keputusan KPU.



Pasal 40



Partai Politik Peserta Pemilihan Umum ddak boleh menggunakan nama dan tanda gambar yang sama atau mirip dengan :



a. lambang negara Republik Indonesia;



b. lambang negara asing;



c. bendera Negara Kesatuan Republik Indonesia Sang Merah Putih;



d. benders kebangsaan negara asing;



e. gambar perseorangan;



f. tanda gambar partai politik yang telah ada.



BAB VIII



HAK DIPILIH DAN PENCALONAN



Pasal 41



(1) Setiap Partai Politik Peserta Pemilihan Umum dapat mengajukan calon Anggota DPR, DPRD I, dan DPRD II untuk setiap Daerah Pemilihan.



(2) Partai Politik Peserta Pemilihan Umum dapat mengajukan nama‑nama calon Anggota DPR, DPRD I, dan DPRD II, sebanyak‑banyaknya 2 (dua) kali jumlah kursi yang telah ditetapkan.



(3) Seorang calon hanya dapat dicalonkan dalam 1(satu) Lembaga Perwakilan Rakyat.



(4) Calon‑calon yang diajukan oleh masing‑masing Partai Politik mempunyai kedudukan, hak, dan kewajiban yang sama.



(5) Penyusunan daftar calon Anggota DPR, DPRD I, dan DPRD II dilakukan secara demokratis oleh Dewan Pimpinan Pusat Partai Politik dengan memperhatikan sungguh‑sungguh usulan tertulis dari Pimpinan Partai Politik di Daerah Tingkat II.



(6) a. Daftar nama‑nama talon Anggota DPR diajukan oleh Pimpinan Pusat Partai Peserta

Pemilihan Umum dengan menyebutkan Daerah Tingkat II dimana yang bersangkutan dicalonkan;



b. Daftar nama‑nama talon Anggota DPRD I diajukan oleh Pimpinan Partai Politik Peserta Pemilihan Umum Daerah Tingkat I, dengan menyebutkan Daerah Tingkat II dimana yang bersangkutan dicalonkan.



c. Daftar nama‑nama calon Anggota DPRD ll diajukan oleh Pimpinan Partai Politik Peserta Pemilihan Umum Daerah Tingkat II dengan menyebutkan Wilayah Kecamatan dimana yang bersangkutan dicalonkan.



Pasal 42



Anggota ABRI tidak menggunakan hak untuk dipilih.



Pasal 43



(1) Seorang calon anggota DPR. DPRD I. dan DPRD II harus memenuhi syarat‑syarat sebagai berikut :



a. warga negara yang telah berumur 21 (dua puluh satu) tahun, bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa;



b. bertempat tinggal dalam wilayah Republik Indonesia yang dibuktikan dengan KTP atau Keterangan Lurah/Kepala Desa tentang alamatnya yang tetap;



c. dapat berbahasa Indonesia, cakap membaca dan menulis;



d. berpendidikan serendah‑rendahnya Sekolah Lanjutan Tingkat Atas atau berpengetahuan yang sederajat dan berpengalaman dalam bidang kemasyarakatan;



e. setia kepada Pancasila sebagai dasar negara, Undang Undang Dasar 1945, dan cita‑vita proklamasi 17 Agustus 1945;



f. bukan bekas anggota organisasi terlarang Partai Komunis Indone­sia, termasuk organisasi massanya atau bukan seseorang yang terlibat langsung ataupun tak langsung dalam "G30S/PKI" atau organisasi terlarang lainnya;



g. tidak sedang dicabut hak pilihnya berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hokum tetap;



h. tidak sedang menjalani pidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hokum tetap, karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih;

i. nyata‑nyata tidak sedang terganggu jiwa/ingatannya;



j. terdaftar dalam daftar pemilih.



(2) Anak‑anak dan kcturunan dari orang yang dinmksud pada ay at ( l ) huruf f dapat menjadi talon Anggota DPR. DPRD I, dan DPRD lI. kecuali ditentukan lain oleh peraturan perundang‑undangan yang berlaku.



Pasal 44



( I ) Untuk keperluan pencalonan Anggota DPR. DPRD I. dan DPRD II, Pengurus Partai Politik Peserta Pemilihan Umum wajib menyerahkan data



a. surat pencalonan yang ditandatangani oleh pimpinan partai politik pada tingkatan masing‑masing;



b. surat pernyataan kesediaan menjadi talon anggota DPR/DPRD I/ DPRD II;



c. daftar riwavat hidup lengkap;



d. daftar kekayaan pribadi;



e. surat keterangan domisili;



f. surat‑surat keterangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43.



(2) Format pengisian data sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh KPU.



(3) Daftar Calon beserta lampiran‑lampiranya disampaikan kepada :



a. PPI untuk talon Aijggota DPR.



b. PPD I untuk talon Anggota DPRD I.



c. PPD II untuk talon Anggota DPRD II.



(4) Penelitian terhadap kelengkapan dan penetapan atas keabsahan data sebagaimana dimaksud pada ayat (1). dilakukan oleh :



a. PPI untuk talon Anggota DPR:



b. PPD I untuk talon Anggota DPRD I:



c. PPD II untuk talon Anggota DPRD II.



(5) Apabila seorang talon ditolak karna tidak memenuhi syarat talon sebagaimana dimaksud dalam ayat (1). penolakannya diberitahukan secara tertulis kepada Partai Politik Peserta Pemilihan Umum yang mengajukan calon dan kepada yang bersangkutan disertai alasan‑alasan yang jelas, dan kepadanya diberi kesempatan untuk melengkapi dan atau memperbaiki syarat calon. atau kepada Partai Politik Peserta Pemilihan Umum yang mengajukan calon diberi kesempatan untuk mengajukan calon lain dalam waktu yang ditetapkan oleh PPI/PPD I/PPD II.

Pasal 45



(1) Nama calon yang telah memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43 dan Pasal 44, disusun dalam Daftar Calon Anggota DPR/ DPRD I/DPRD II dan disahkan dalam rapat PPI/PPD I/PPD II.



(2) Daftar Calon Anggota DPR/DPRD I/DPRD II yang telah disahkan sebagaimana dimaksud pada ayat (1). diumumkan dalam Berita Negara/Lembaran Daerah serta melalui media pengumuman lainnya secara luas dan efektif



(3) Tata cara dan jadwal waktu pencalonan Anggota DPR/DPRD I/DPRD II diatur oleh KPU.



BAB IX



KAMPANYE PEMILIHAN UMUM



Pasal 46



(1) Dalam penyelenggaraan Pemilihan Umum dapat diadakan kampanye Pemilihan Umum.



(2) Dalam kampanye Pemilihan Umum sebagaimana dimaksud pada ayat (1), rakyat mempunyai kesempatan dan kebebasan untuk menghadirinya.



(3) Pelaksanaan kegiatan kampanye Pemilihan Umum dilakukan sejak selesainya pengumurnan Daftar Calon Tetap Anggota DPR/DPRD I/DPRD II sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45 sampai dengan 2 (dua) hari sebelum hari pemungutan suara.



(4) Tema kampanye Pemilihan Umum adalah program masing‑masing Partai Politik Peserta Pemilihan Umum yang disampaikan oleh calon Anggota DPR/DPRD I/DPRD II dan atau juru kampanye dan atau kader Partai Politik Peserta Pemilihan Umum.



(5) Partai Politik Peserta Pemilihan Umum mempunyai kedudukan, hak, dan kewajiban yang lama selama melaksanakan kampanye Pemilihan Umum.



(6) Tata cara dan jadwal waktu kampam a Pemilihan Umum diatur oleh KPU.



Pasal 47



(1) Dalam kampamc Pemilihan Umum dilarang



a. mempersoalkan ideologi negara Pancasila dan UUD 19.15.



b. menghina seseorang. agama. suku. ras. golongan. serta Partai Politik yang lain;



c. menghasut dan mengadu domba kelompok‑kelompok masyarakat;



d. mengganggu ketertiban umum;



e. mengancam untuk melakukan kekerasan atau menganjurkan penggunaan kekerasan kepada seseorang atau sekelompok anggota masyarakat dan/atau Partai Politik yang lain;



f. mengancam atau menganjurkan penggunaan kekerasan untuk mengambil alih kekuasaan dari pemerintah yang sah;



g. menggunakan fasilitas pemerintah dan sarana ibadah;



h. menggerakkan massa dari satu daerah ke daerah lain untuk mengikuti kampam e.



(2) Pelanggaran atas ketentuan mengenai larangan pelaksanaan kampanye Pemilihan Umum sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat berakibat dibubarkan atau diberhentikan pelaksanaannya oleh yang berwenang.



Pasal 48



(1) Dana kampanye Pemilihan Umum masing‑masing Partai Politik Peserta Pemilihan Umum dapat diperoleh dari :



a. Partai Politik Peserta Pemilihan Umum yang bersangkutan;



b. Pemerintah. yang berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah;



c. Pihak‑pihak lain yang tidak mengikat yang meliputi badan‑badan swasta, perusahaan. yayasan, atau perorangan.



(2) Batas dana kampanye yang dapat diterima oleh Partai Politik Peserta Pemilu ditetapkan oleh KPU.



(3) Dana dan bantuan lain untuk kampanye Pemilihan Umum masing‑masing Partai Politik tidak boleh berasal dari pihak asing.



(4) Pelanggaran terhadap ketentuan dana kampanye sebagaimana dimaksud pada avat (1) dan a\ at (2). dapat dikenakan sanksi sebagaimana dimaksnd dalam.Pasal 17 ayat (2) dan Pasal 18 ay at (2) Undang‑undang Nomor 2 Tahun 1999 tentang Partai Politik.



Pasal 49



(1) Dana Kampanye Pemilihan Umum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 diaudit oleh Akuntan Publik, dan hasilnya dilaporkan oleh Partai Politik Peserta Pemilihan Umum kepada KPU 15 (lima belas) hari sebelum hari pemungutan suara dan 25 (dua puluh lima) hari sesudah hari pemungutan suara.



(2) Pelanggaran atas ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikenakan sanksi administratif berupa penghentian bantuan dana dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara/Daerah.



(3) Partai Politik Peserta Pemilihan Umum yang melanggar batas jumlah dana kampanye dikenakan sanksi administratif tidak boleh mengikuti Pemilihan Umum berikutnya.









BAB X



PEMUNGUTAN SUARA DAN PENGHITUNGAN SUARA



Pasal 50



(1) Pemungutan suara untuk Pemilihan Umum Anggota DPR, DPRD I, dan DPRD II di tempat pemungutan suara, dilaksanakan serentak di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia pada tanggal yang ditetapkan oleh KPU



(2) Pemungutan suara bagi warga negara yang berada di luar negeri. hanya untuk Pemilihan Umum Anggota DPR, yang dilaksanakan di tiap kantor Perwakilan Republik Indonesia, dan dilakukan pada waktu yang bersamaan dengan waktu pemungutan suara Pemilihan Umum Anggota DPR, DPRD I, dan DPRD II yang ditctapkan oleh KPU.



Pasal 51



(1) PPS menetapkan jumlah dan letak TPS sedemikian rupa, sehingga pemungutan suara dapat dilaksanakan secara mudah dan lancar.



(2) Tempat pemungutan suara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditentukan di tempat‑tempat yang strategic dan dapat dijangkau dengan mudah serta menjamin setiap pemilih dapat memberikan suaranya secara bebas.



Pasal 52



(1) Untuk keperluan pemungutan suara dalam Pemilihan Umum Anggota DPR, DPRD I, dan DPRD II dibuat surat suara oleh KPU.



(2) Jumlah surat suara untuk Pemilihan Umum Anggota DPR. DPRD I. dan DPRD II pada setiap daerah pemilihan adalah sama dengan jumlah pemilih terdaftar di daerah pemilihan yang bersangkutan ditambah 3% (tiga per seratus) dari jumlah pemilih.



(3) Surat suara tambahan sebanyak 3% (tiga per seratus) sebagaimana dimaksud pada ayat (2) digunakan untuk mengganti surat suara yang rusak sebelum atau pada saat pelaksanaan pemungutan suara di TPS dan untuk pemilih terdaftar yang menggunakan hak pilihma di tempat lain.



(4) Penerimaan dan Penggunaan surat suara tambahan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), dinyatakan dalam berita acara yang ditandatangani oleh Ketua KPPS dan diketahui oleh saksi yang hadir, yang formatnya ditetapkan oleh KPU.



Pasal 53



Pemberian dan pemungutan suara dilakukan dengan cara‑cara yang akan di­tentukan oleh KPU.



Pasal 54



(1) Suara dinyatakan sah apabila menggunakan surat suara, yang di­tandatangani oleh Ketua KPPS.



(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai sah atau tidak sahnya suara pada surat suara ditetapkan oleh KPU.



Pasal 55



(1) Pemilih yang telah memberikan suara di tempat pemungutan suara, oleh KPPS diberi tanda khusus.



(2) Tauda khusus sebagaimana dimaksud dalam ayat ( ( ) ditetapkan oleh KPU.



Pasal 56



(1) Segera setelah pemungutan suara berakhir diadakan penghitungan suara di TPS oleh KPPS.



(2) Para saksi utusan Partai Politik Peserta Pemilihan Umum, para pemilih, dan berbagai pihak berhak hadir untuk menyaksikan dan mengikuti jalannya penghitungan suara oleh KPPS.



(3) Saksi Utusan Partai Politik Peserta Pemilihan Umum harus membawa surat mandat dari Pimpinan Partai Politik setempat dan menyerahkannya kepada Ketua KPPS.



(4) Saksi utusan Partai Politik Peserta Pemilihan Umum dan masyarakat melalui saksi utusan Partai Politik Peserta Pemilihan Umum yang hadir dapat mengajukan keberatan terhadap jalannya penghitungan suara oleh KPPS. apabila ternyata terdapat hal‑hal yang tidak sesuai dengan peraturan perundang‑undangan.



(5) Dalam hal keberatan yang diajukan oleh saksi utusan Partai Politik Peserta Pemilihan Umum dan atau masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat diterima, KPPS seketika itu juga mengadakan pembetulan.



Pasal 57



(1) Segera setelah selesai penghitungan suara di TPS, KPPS membuat Berita Acara dan Sertifikat Hasil Penghitungan Suara yang ditandatangani oleh Ketua dan Wakil Ketua KPPS serta para saksi utusan Partai Politik Peserta Pemilihan Umum yang hadir.



(2) KPPS wajib memberikan satu lembar Berita Acara dan Sertifikat Hasil Penghitungan Suara di TPS kepada saksi utusan Partai Politik Peserta Pemilihan Umum yang hadir dan kepada PPS setempat.



Pasal 58



(1) PPS setelah menerima Berita Acara dan Sertifikat Hasil Penghitungan Suara TPS dalam wilayah kerja PPS yang bersangkutan, segera mengadakan Penghitungan Suara untuk tingkat Desa/Kelurahan dan dihadiri oleh saksi utusan Partai Politik Peserta Pemilihan Umum dan dapat dihadiri oleh masvarakat setempat.



(2) Saksi Utusan Partai Politik Peserta Pemilihan Umum harus membawa surat mandat dari Pimpinan Partai Politik setempat dan menyerahkannya kepada Ketua PPS.



(3) Saksi utusan Partai Politik Peserta Pemilihan Umum dan masyarakat melalui saksi utusan Partai Politik Peserta Pemilihan Umum yang hadir dapat mengajukan keberatan terhadap jalannya penghitungan suara oleh PPS, apabila ternyata terdapat hal‑hal yang tidak sesuai dengan peraturan perundang‑undangan.



(4) Dalam hal keberatan yang diajukan oleh saksi utusan Partai Politik Peserta Pemilihan Umum dan atau masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat diterima, PPS seketika itu juga mengadakan pembetulan.



(5) Setelah selesai melakuan tabulasi basil penghitungan suara di semua TPS dalam wilayah kerja Desa/Kelurahan yang bersangkutan, PPS membuat Berita Acara dan Sertifikat Tabulasi Hasil Penghitungan Suara, yang ditandatangani oleh Ketua dan Sekretaris PPS serta para saksi utusan Partai Politik peserta Pemilihan Umum yang Nadir.



(6) PPS wajib memberikan satu lembar Berita Acara dan Sertifikat Tabulasi Hash Penghitungan Suara di PPS kepada saksi utusan Partai Politik Peserta Pemilihan Umum yang hadir dan kepada PPK setempat.



Pasal 59



(1) PPK setelah menerima Berita Acara dan Sertifikat Tabulasi Hasil Penghitungan Suara PPS dalam wilayah kerja PPK yang bersangkutan, segera mengadakan Penghitungan Suara untuk tingkat Kecamatan dan dihadiri oleh saksi utusan Partai Politik Peserta Pemilihan Umum dan dapat dihadiri oleh masyarakat setempat.



(2) Saksi Utusan Partai Politik Peserta Pemilihan Umum harus membawa surat mandat dari Pimpinan Partai Politik setempat dan menyerahkannya kepada Ketua PPK.



(3) Saksi utusan Partai Politik Peserta Pemilihan Umum dan masyarakat melalui saksi utusan Partai Politik Pescrta Pemilihan Umum yang hadir dapat mcngajukan keberatan terhadap jalannya penghitungan suara oleh PPK. apabila ternyata terdapat hal‑hal yang tidak sesuai dengan peraturan perundang‑undangan.



(4) Dalam hal keberatan yang diajukan oleh saksi utusan Partai Politik Peserta Pemilihan Umum dan atau masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat diterima, PPK seketika itu juga mengadakan pembetulan.



(5) Setelah selesai melakukan tabulasi hasil penghitungan suara di semua Desa/Kelurahan yang terdapat di Kecamatan yang bersangkutan, PPK membuat Berita Acara dan Sertifikat Tabulasi Hasil Penghitungan Suara, yang ditandatangani oleh Ketua dan sekretaris PPK serta para saksi utusan Partai Politik Peserta Pemilihan Umum yang hadir.



(6) PPK wajib memberikan satu lembar Berita Acara dan Sertifikat Tabulasi Hasil Penghitungan Suara di PPK kepada saksi utusan Partai Politik Peserta Pemilihan Umum yang hadir dan kepada PPD II setempat.











Pasal 60



(1) PPD II setelah menerima Berita Acara dan Sertifikat Tabulasi Hasil Penghitungan Suara PPK dalam wilavah kerja PPD II yang bersangkutan, segera mengadakan Penghitungan Suara untuk tingkat Kabupaten/Kotamadya Daerah Tingkat II dan dihadiri oleh saksi utusan Partai Politik Peserta Pemilihan Umum dan dapat dihadiri oleh masyarakat setempat.



(2) Saksi utusan Partai Politik Peserta Pemilihan Umum harus membawa suara mandat dari Pimpinan Partai Politik setempat dan menyerahkannya kepada Ketua PPD II.



(3) Saksi utusan Partai Politik Peserta Pemilihan Umum dan masyarakat melalui saksi utusan Partai Politik Peserta Pemilihan Umum yang hadir dapat mengajukan keberatan terhadap jalannya penghitungan suara oleh PPD II, apabila ternyata terdapat hal‑hal yang tidak sesuai dengan peraturan perundang‑undangan.



(4) Dalam hal keberatan yang diajukan oleh saksi utusan Partai Politik Peserta Pemilihan Umum dan atau masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat diterima, PPD II seketika itu juga mengadakan pembetulan.



(5) Setelah selesai melakukan tabulasi hasil penghitungan suara di semua kecamatan yang terdapat di Kabupaten/Kotamadya yang bersangkutan. PPD II membuat Berita Acara dan Sertifikat Tabulasi Hasil Penghitungan Suara yang ditandatangani oleh Ketua dan Sekretaris PPD II serta para saksi utusan Partai Politik peserta Pemilihan Umum yang hadir.



(6) PPD II wajib memberikan satu lembar Berita Acara dan Sertifikat Tabulasi Hash Penghitungan Suara di PPD II kepada saksi utusan Partai Politik Peserta Pemilihan Umum yang hadir dan kepada PPD I setempat.



Pasal 61



(1) PPD I setelah menerima Berita Acara dan Sertifikat Tabulasi Hasil Penghitungan Suara PPD II dalam Wilayah kerja PPD I yang bersangkutan, segera mengadakan Penghitungan Suara untuk tingkat Propinsi dan dihadiri oleh saksi utusan Partai Politik Peserta Pemilihan Umum dan dapat dihadiri oleh masyarakat setempat.



(2) Saksi utusan Partai Politik Peserta Pemilihan Umum harus membawa surat mandat dari Pimpinan Partai Politik setempat dan menyerahkannya kepada Ketua PPD I.



(3) Saksi utusan Partai Politik Peserta Pemilihan Umum dan masyarakat melalui saksi utusan Partai Politik Peserta Pemilihan Umum yang hadir dapat mengajukan keberatan terhadap jalannya penghitungan suara oleh PPD I, apabila ternyata terdapat hal‑hal yang tidak sesuai dengan peraturan perundang‑undangan.



(4) Dalam hal keberatan yang diajukan oleh saksi utusan Partai Politik Peserta Pemilihan Umum dan atau masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat diterima, PPD I seketika itu juga mengadakan pembetulan.



(5) Setelah selesai melakukan tabulasi hasil penghitungan suara di semua Daerah Tingkat II yang terdapat di Propinsi Daerah Tingkat I yang bersangkutan, PPD I membuat Berita Acara dan Sertifikat Tabulasi Hasil Penghitungan Suara, yang ditandatangani oleh Ketua dan Sekretaris PPD I serta para saksi utusan Partai Politik peserta Pemilihan Umum yang hadir.



(6) PPD I wajib memberikan satu lembar Berita Acara dan Sertifikat Tabulasi Hasil Penghitungan Suara di PPD I kepada saksi utusan Partai Politik Peserta Pemilihan Umum yang hadir dan kepada PPI.



Pasal 62



(1) PPI setelah menerima Berita Acara dan Sertifikat Tabulasi Hasil Penghitungan Suara PPD I seluruh Indonesia. segcra mengadakan Penghitungan Suara untuk tingkat nasional dan dihadiri olch saksi utusan Partai Politik Peserta Pemilihan Umum serta dapat dihadiri oleh masyarakat.



(2) Saksi utusan Partai Politik Peserta Pemilihan Umum harus membawa surat mandat dari Pimpinan Partai Politik dan menyerahkannya kepada Ketua PPI.



(3) Saksi utusan Partai Politik Peserta Pemilihan Umum dan masyarakat melalui saksi utusan Partai Politik Peserta Pemilihan Umum yang hadir dapat mengajukan keberatan terhadap jalannya penghitungan suara oleh PPI, apabila ternyata terdapat hal‑hal yang tidak sesuai dengan peraturan perundang‑undangan.



(4) Dalam hal keberatan yang diajukan oleh saksi utusan Partai Politik Peserta Pemilihan Umum dan atau masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat diterima, PPI seketika itu juga mengadakan pembetulan.



(5) Setelah selesai melakukan tabulasi hash penghitungan suara di semua Propinsi Daerah Tingkat I, PPI membuat Berita Acara dan Sertifikat Tabulasi Hasil Penghitungan Suara. yang ditandatangani oeh Ketua dan Sekretaris PPI serta para saksi utusan Partai Politik peserta Pemilihan Umum yang hadir.



(6) PPI wajib memberikan satu lembar Berita Acara dan Sertifikat Tabulasi Hasil Penghitungan Suara tingkat nasional kepada saksi utusan Partai Politik Peserta Pemilihan Umum yang hadir dan kepada KPU.



Pasal 63



Keberatan yang diajukan oleh saksi utusan Partai Politik Peserta Pemilihan Umum terhadap jalannya penghitungan suara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 56 ayat (5), Pasal 58 ayat (4), Pasal 59 ayat (4), Pasal 60 ayat (4), Pasal 61 ayat (4), dan Pasal 62 ayat (4) tidak menghalangi proses pelaksanaan Pemilihan Umum.



Pasal 64



Format Berita Acara dan Sertifikat Hasil Penghitungan Suara di TPS serta Berita Acara dan Sertifikat Tabulasi Hasil Penghitungan Suara di PPS, PPK, PPD 11, PPD I, dan PPI sebagaimana dimaksud dalam Pasal 57 ayat (1). Pasal 58 ayat (5). Pasal 59 ayat (5), Pasal 61 ayat (5), dan Pasal 62 avat (5) ditetapkan oleh KPU.









Pasal 65



(1) Berdasarkan Sertifikat Tabulasi Hasil Penghitungan Suara yang disampaikan oleh PPI, KPU menetapkan hasil penghitungan suara Pemilihan Umum di seluruh Indonesia.



(2) Penetapan keseluruhan hasil Penghitungan Suara yang dimaksud pada ayat (1) dituangkan dalam Berita Acara dan Sertifikat Tabulasi Hasil Penghitungan Suara yang ditandatangani oleh sekurang‑kurangnya 2/3 (dua per tiga) Anggota KPU.



(3) Format Berita Acara dan Sertifikat Tabulasi Hasil Penghittingan Suara yang dimaksud pada ayat (2) ditetapkan oleh KPU.



BAB XI



PENETAPAN HASIL PEMILIHAN UMUM



Pasal 66



(1) Penetapan hasil penghitungan suara untuk anggota DPRD II dilakukan oleh PPD II.



(2) Penetapan hasil penghitungan suara untuk anggota DPRD I dilakukan oleh PPD I.



(3) Penetapan hasil penghitungan suara untuk anggota DPR dilakukan oleh PPI.



(4) Penetapan keseluruhan hasil penghitungan suara untuk DPR, DPRD I, dan DPRD II secara Nasional dilakukan oleh KPU.



Pasal 67



(1) Penghitungan suara untuk menentukan perolehan jumlah kursi Partai Politik Peserta Pemilihan Umum untuk Anggota DPRD II, didasarkan atas seluruh hasil suara yang diperoleh Partai Politik tersebut di Daerah Tingkat II.



(2) Penghitungan suara untuk menentukan perolehan jumlah kursi Partai Politik Peserta Pemilihan Umum untuk Anggota DPRD I, didasarkan atas seluruh hasil suara yang diperoleh Partai Politik tersebut di Daerah Tingkat 1.



(3) Penghitungan suara untuk menentukan perolehan jumlah kursi Partai Politik Peserta Pemilihan Umum untuk Anggota DPR. didasarkan atas seluruh hasil suara yang diperoleh Paitai Politik tersebut di Daerah Tingkat I.



Pasal 68



(1) Penentuan calon terpilih Anggota DPRD II, dari masing‑masing Partai Politik Peserta Pemilihan Umum oleh PPD II berdasarkan pengajuan Pimpinan Partai Politik Daerah Tingkat II dengan mengacu kepada suara terbanyak/terbesar yang diperoleh Partai Politik tersebut di Wilayah Kecamatan.



(2) Penentuan talon terpilih Anggota DPRD I dari masing‑masing Partai Politik Peserta Pemilihan Umum oleh PPD I berdasarkan pengajuan Pimpinan Partai Politik Daerah Tingkat I dengan mengacu kepada suara terbanyak/terbesar yang diperoleh Partai Politik tersebut di Daerah Tingkat II.

(3) Penentuan talon terpilih Anggota DPR dari masing‑masing Partai Politik Peserta Pemilihan Umum oleh PPI berdasarkan pengajuan Pimpinan Partai Politik Tingkat Pusat dengan mengacu kepada suara terbanyak/terbesar yang diperoleh Partai Politik tersebut di Daerah Tingkat II.



(4) Tata cara Pengesahan talon terpilih Anggota DPR, DPRD I, dun DPRD II secara nasional diatur oleh KPU.



Pasal 69



(1) Sisa suara untuk penetapan Anggota DPR habis dihitung di tingkat I untuk pembagi sisa kursi.



(2) Penentuan talon terpilih atas kursi sisa tersebut, merupakan wewenang Pimpinan Pusat Partai Politik Peserta Pemilihan Umum yang ber­sangkutan.



BAB XII

PENGUMUMAN HASIL PEMILIHAN DAN

PEMBERITAHUAN KEPADA CALON TERPILIH



Pasal 70



(1) Pengumuman hash Pemilihan Umum Anggota DPRD II, DPRD I, dan DPR Pusat dilakukan oleh :



a. PPD II untuk Anggota DPRD II; b. PPD I untuk Anggota DPRD I;

c. PPI untuk Anggota DPR.



(2) Pengumuman hasil Pemilihan Umum Anggota DPRD II, DPRD I, dan DPR sebagaimana dimaksud pada ayat (1), jadwal waktunya ditentukan lebih lanjut oleh KPU.



Pasal 71



(1) Pemberitahuan kepada calon terpilih Anggota DPRD II, DPRD I, dan DPR dilakukan oleh :

a. PPD II untuk Calon Anggota DPRD II terpilih;

b. PPD I untuk Calon Anggota DPRD I terpilih;

c. PPI untuk Calon Anggota DPR terpilih.



(2) Pemberitahuan kepada calon Anggota DPRD II, DPRD I, dan DPR terpilih sebagaimana dimaksud pada ayat (1), jadwal waktunya ditentukan lebih lanjut oleh KPU.



BAB XIII

KETENTUAN PH)ANA



Pasal 72



(I) Barang siapa dengan sengaja memberikan keterangan yang tidak benar mengenai diri sendiri atau diri orang lain tentang sesuatu hal yang diperlukan untuk pengisian daftar pemilih, dipidana dengan hukuman penjara paling lama 1 (satu) tahun.

(2) Barang siapa meniru atau memalsu sesuatu surat, yang menurut suatu aturan dalam Undang‑undang ini diperlukan untuk men jalankan sesuatu perbuatan dalam Pemilihan Umum, dengan maksud untuk dipergunakan sendiri atau orang lain sebagai surat sah dan tidak dipalsukan. dipidana dengan hukuman penjara paling lama 5 (lima) tahun.



(3) Barang siapa dengan sengaja dan mengetahui bahwa sesuatu surat dimaksud pada ayat (2) adalah tidak sah atau dipalsukan. memper­gunakannya atau menyuruh orang lain mempergunakannya, sebagai surat sah dan tidak dipalsukan, dipidana dengan hukuman penjara paling lama 5 (lima) tahun.



Pasal 73



(1) Barang siapa dengan sengaja mengacaukan, menghalangi atau mengganggu jalannya Pemilihan Umum yang diselenggarakan menurut Undang‑undang ini, dipidana dengan hukuman penjara paling lama 5 (lima) tahun.



(2) Barang siapa pada waktu diselenggarakannya Pemilihan Umum menurut Undang‑undang ini dengan sengaja dan dengan kekerasan atau dengan ancaman kekerasan menghalang‑halangi seseorang yang akan melakukan haknya untuk memilih dengan bebas dan tidak terganggu jalannya kegiatan Pemilihan Umum dipidana dengan hukuman penjara paling lama 5 (lima) tahun.



(3) Barang siapa pada waktu diselenggarakannya Pemilihan Umum menurut Undang‑undang ini dengan pemberian atau janji menyuap seseorang, baik supaya orang itu tidak menjalankan haknya untuk memilih maupun supaya ia menjalankan haknya dengan cara tertentu, dipidana dengan hukuman penjara paling lama 3 (tiga) tahun. Pidana itu dikenakan juga kepada pemilih yang menerima suap berupa pemberian atau janji berbuat sesuatu.



(4) Barang siapa pada waktu diselenggarakan Pemilihan Umum menurut Undang‑undang ini melakukan tipu muslihat yang menyebabkan suara seseorang pemilih menjadi tidak berharga atau yang menyebabkan partai tertentu mendapatkan tambahan suara, dipidana dengan hukuman penjara paling lama 3 (tiga) tahun.



(5) Barang siapa dengan sengaja turut serta dalam Pemilihan Umum menurut Undang‑undang ini dengan mengaku dirinya sebagai orang lain, dipidana dengan hukuman penjara paling lama 5 (lima) tahun.



(6) Barang siapa dengan sengaja melanggar ketentuan dalam Pasal 43 ayat (1) huruf f dipidana dengan hukuman penjara paling lama 5 (lima) tahun.



(7) Barang siapa memberikan suaranya lebih dari yang ditetapkan dalam Undang‑nndang ini dalam satu Pemilihan Umum. dipidana dengan huku­man penjara paling lama 5 (lima) tahun.



(8) Barang siapa pada waktu diselenggarakan Pemilihan Umum menurut Undang‑undang ini dengan sengaja menggagalkan pemungutan suara yang telah dilakukan, atau melakukan sesuatu perbuatan tipu muslihat, yang menyebabkan hasil pemungutan suara itu menjadi lain dari yang harus diperoleh dengan suara‑suara yang diberikan dengan sah, dipidana dengan hukuman penjara paling lama 5 (lima) tahun.



(9) Seorang majikan/atasan yang tidak memberikan kesempatan kepada seorang pekerja untuk memberikan suaranya tanpa alasan bahwa pekerjaan dari pekerja itu tidak memungkinkannya, dipidana dengan hukuman penjara paling lama 3 (tiga) tahun.



(10) Seorang penyelenggara Pemilihan Umum yang melalaikan kewajibannya dipidana dengan hukuman kurungan paling lama 3 (figs) bulan atau denda paling tinggi Rp 10.000.000,‑ (sepuluh juta rupiah).



(11) Barang siapa memberikan sumbangan dana kampanye melebihi batas yang ditentukan sebagaimana yang telah ditetapkan oleh KPU dipidana dengan hukuman kurangan paling lama 3 (figs) bulan atau denda paling banyak Rp 10.000.000,‑ (sepuluh juta rupiah).



Pasal 74



(1) Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 72 dan Pasal 73 ayat (1) sampai dengan ayat (9) adalah kejahatan.



(2) Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 73 ayat (10) dan ayat (11) adalah pelanggaran.



Pasal 75



Dalam menjatuhkan pidana atas perbuatan‑perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 72 ayat (2) dan ayat (3), surat‑surat yang dipergunakan dalam tindak pidana itu, beserta benda‑benda dan barang yang menurut sifatnya diperuntukkan guna meniru atau memalsu surat‑surat itu, dirampas dan dimusnahkan, juga kalau surat‑surat, benda‑benda atau barang‑barang itu bukan kepunyaan terpidana.



BAB XIV



KETENTUAN LAIN‑LAIN



Pasal 76



Apabila di suatu tempat di dalam suatu daerah pemilihan sesudah diadakan penelitian dan pemeriksaan termyata terdapat kekeliruan, kesalahan, atau hal­-hal lain yang menghambat dalam pemungutan suara, yang mengakibatkan terganggunya penghitungan suara PPD I/PPD II yang bersangkutan, dengan memperhatikan ketentuan jadwal waktu yang ditetapkan, yang dikuatkan oleh Panitia Pengawas dan Pemerintah Daerah setempat, dapat mengadakan pemungutan suara ulangan di tempat yang bersangkutan.



Pasal 77



Apabila di suatu tempat di dalam suatu daerah pemilihan pada waktu yang telah ditetapkan tidak dapat diselenggarakan Pemilihan Umum atau penyeleng­garaannya terhenti disebabkan oleh keadaan yang memaksa, maka sesudah keadaan memungkinkan, segera diadakan Pemilihan Umum susulan atau Pemilihan Umum ulangan di tempat yang sama dengan memperhatikan ketentuan Batas waktu yang telah ditetapkan.







Pasal 78



Pelaksanaan pemungutan suara ulangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76 dan pelaksanaan Pemilihan Umum susulan atau Pemilihan Umum ulangan sebagaimana dimaksud dalam Pasa177 dilakukan selambat‑lambatnya 30 (tiga puluh) hari sejak hari pemungutan suara.



BAB XV



KETENTUAN PERALIHAN



Pasal 79



(1) Sebelum KPU terbentuk, Lembaga Pemilihan Umum (LPU) sebagaimana dimaksud dalam Undang‑undang Nomor 15 Tahun 1969 tentang Pemilihan Umum Anggota‑anggota Badan Permusyawaratan/Perwakilan Rakyat sebagaimana telah beberapa kali diubah, terakhir dengan Undang-­undang Nomor 1 Tahun 1985, melaksanakan tugas KPU sebagaimana dimaksud Pasal 10 huruf b dun Pasal 39 ayat (5) paling lama 30 (tiga puluh) hari setelah Undang‑undang ini diundangkan.



(2) Dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) KPU harus sudah dibentuk dan segala hak dan kewajiban LPU menjadi tanggung jawab KPU.



Pasal 80



(1) Untuk Pemilihan Umum tahun 1999, Organisasi Peserta Pemilihan Umum dalam penyelenggaraan Pemilihan Umum tahun 1997 dianggap telah memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud Pasal 39 Undang‑undang ini.



(2) Organisasi Peserta Pemilihan Umum dalam penyelenggaraan Pemilihan Umum tahun 1997 sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tetap harus mendaftar sebagai peserta Pemilihan Umum tahun 1999.



Pasal 81



Khusus pengisian Anggota MPR hasil Pemilihan Umum tahun 1999 dari Utusan Golongan diatur sebagai berikut :



a. KPU menetapkan jenis dan jumlah wakil masing‑masing golongan;



b. Utusan golongan sebagaimana dimaksud pada huruf a, diusulkan oleh golongan masing‑masing kepada KPU untuk ditetapkan, dun selanjutnya diresmikan secara administratif oleh Presiden sebagai Kepala Negara;



c. Tata cara penetapan Anggota MPR dari Utusan Golongan sebagaimana dimaksud pada huruf a dan b, diatur lebih lanjut oleh KPU.



Pasal 82



Untuk Pemilihan Umum tahun 1999, syarat Partai Politik untuk dapat menjadi peserta Pemilihan Umum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 ayat (1) huruf b dan huruf c ditetapkan menjadi :



a. memiliki pengurus di 1/3 (sepertiga) jumlah propinsi di Indonesia:



b. memiliki pengurus di 1/2 (setengah) jumlah kabupaten/kotamadya di propinsi sebagaimana dimaksud dalam huruf a.



Pasal 83



Masa kerja KPU untuk Pemilihan Umum 1999 berakhir 1 tahun sebelum Pemilihan Umum 2004.



BAB XVI



KETENTUAN PENUTUP



Pasal 84



Segala sesuatu yang belum cukup diatur di dalam Undang‑undang ini diatur dengan Peraturan Pemerintah sesuai kebutuhan.



Pasal 85



Dengan berlakunya Undang‑undang ini, maka Undang‑undang Nomor 15 Tahun 1969 tentang Pemilihan Umum Anggota‑anggota Badan Permusya­waratan/Perwakilan Rakyat (Lembaran Negara Tahun 1969 Nomor 58, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2914) sebagaimana telah diubah dengan Undang‑undang Nomor 4 Tahun 1975 (Lembaran Negara Tahun 1975 Nomor 38, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3063), Undang‑undang Nomor 2 Tahun 1980 (Lembaran Negara Tahun 1980 Nomor 24, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3163), dan Undang‑undang Nomor 1 Tahun 1985 (Lembaran Negara Tahun 1985 Nomor 1, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3281), dinyatakan tidak berlaku lagi.



Pasal 86



Undang‑undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.



Agar setiap orang dapat mengetahuinya memerintahkan pengundangan Undang‑undang ini dengan penempatanya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.



Disahkan di Jakarta

Pada tanggal 1 Pebruari 19993



PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA





ttd



BACHARUDDIN JUSUF HABIBIE











Diundangkan di Jakarta pada tanggal 1 Pebruari 1999





MENTERI NEGARA SEKRETARIS NEGARA

REPUBLIK INDONESIA



ttd





AKBAR TANDJUNG





LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1999 NOMOR 23.



Salinan sesuai dengan aslinya



SEKRETARIAT NEGARA RI

Kepala Biro Peraturan

Perundang‑undangan II



Plt.



Edy Sudibyo, S.H.





PENJELASAN

ATAS

UNDANG‑UNDANG REPUBLIK INDONESIA

NOMOR 3 TAHUN 1999



TENTANG



PEMILIHAN UMUM







UMUM





1. Dasar Pikiran

Negara Republik Indonesia adalah Negara Kesatuan yang berdasarkan kedaulatan rakyat. Prinsip ini tercantum dalam Undang Undang Dasar 1945. Untuk melaksanakan prinsip kedaulatan rakyat yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan, perlu dibentuk lembaga‑lembaga permusyawaratan/perwakilan rakyat yang anggota-anggotanva dipilih melalui Pemilihan Umum yang dilaksanakan secara demokratis dan transparan (keterbukaan).

Pemilihan Umum merupakan sarana demokrasi guna mewujudkan sistem pemerintahan negara yang berkedaulatan rakyat. Pemerintahan negara yang dibentuk melalui Pemilihan Umum itu adalah yang berasal dari rakyat, dijalankan sesuai dengan kehendak rakyat dan diabdikan untuk kesejahteraan rakyat.

Hanya kekuasaan Pemerintah negara yang memancarkan kedaulatan rakyatlah yang memiliki kewibawaan kuat sebagai pemerintahan yang amanah. Pemerintahan yang dibentuk melalui suatu Pemilihan Umum akan memiliki legitimasi yang kuat.

Dasar pemikiran tersebut di atas, merupakan penegasan pelaksanaan semangat dan jiwa Pancasila dan Undang‑Undang Dasar 1945, sesuai tuntutan reformasi.



2. Tujuan Pemilihan Umum

Guna mewujudkan tata kehidupan negara sebagaimana dimaksud oleh Pancasila, Undang Undang Dasar 1945, serta cita‑cita proklamasi kemerdekaan 17 Agustus 1945. perlu diselenggarakan Pemilihan Umum. Pemilihan Umum bertujuan untuk memilih wakil rakyat untuk duduk di dalam lembaga permusyawaratan/perwakilan rakyat, membentuk pemerintahan, melanjutkan perjuangan mengisi kemerdekaan, dan mempertahankan keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Pemilihan Umum yang demokratis merupakan sarana untuk menegakkan kedaulatan rakyat dan untuk mencapai tujuan negara. Oleh karma itu Pemilihan Umum tidak boleh menyebabkan rusaknya sendi‑sendi kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.



3. Asas Pemilihan Umum

Berdasarkan Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor XIV/MPR/1998 tentang Perubahan dan Tambahan Atas Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor III/MPR/1988 tentang Pemilihan Umum, bahwa Pemilihan Umum diselenggarakan secara demokratis dan transparan, berdasarkan azas jujur, adil, langsung, umum, bebas, dan rahasia.









Pengertian asas pemilihan umum adalah



a. Jujur

Dalam penyelenggaraan Pemilihan Umum; Penyelenggara/Pelaksana, Pemerintah dan Partai Politik Peserta Pemilihan Umum, Pengawas dan Pemantau Pemilihan Umum, termasuk Pemilih, serta semua pihak yang terlibat secara tidak langsung, harus bersikap dan bertindak jujur sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku.



b. Adil

Dalam penyelenggaraan Pemilihan Umum, setiap Pemilih dan Partai Politik Peserta Pemilihan Umum mendapat perlakuan yang sama, serta bebas dari kecurangan pihak manapun.



c. Langsung

Rakyat pemilih mempunyai hak untuk secara langsung memberikan suaranya sesuai dengan kehendak hati nuraninya, tanpa perantara.



d. Umum

Pada dasarnya semua warga negara yang memenuhi persyaratan mini­mal dalam usia, yaitu sudah berumur 17 (tujuh betas) tahun atau telah/pernah kawin berhak ikut memilih dalam pemilihan umum. Warga negara yang sudah berumur 21 (dua puluh satu) tahun berhak dipilih.

Jadi, pemilihan yang bersifat umum mengandung makna menjamin kesempatan yang berlaku menyeluruh bagi semua warga negara yang telah memenuhi persyaratan tertentu tanpa diskriminasi (pengecualian) berdasar acuan suku, agama, ras, golongan, jenis kelamin, kedaerahan, dan status sosial.



e. Bebas

Setiap warga negara yang berhak memilih bebas menentukan pilihannya tanpa tekanan dan paksaan dari siapapun. Di dalam melaksanakan haknya, setiap warga negara dijamin keamanannya, sefiingga dapat memilih sesuai dengan kehendak hati nurani dan kepentingannya.



f. Rahasia

Dalam memberikan suaranya, pemilih dijamin bahwa pilihannya tidak akan diketahui oleh pihak manapun dan dengan jalan apapun. Pemilih memberikan suaranya pada surat suara dengan tidak dapat diketahui oleh orang lain kepada siapa suaranya diberikan. Asas rahasia ini tidak berlaku lagi bagi pemilih yang telah keluar dari tempat pemungutan suara dan secara sukarela bersedia mengungkapkan pilihannya kepada pihak manapun.



4. Sistem Pemilihan

Untuk pemilihan Anggota DPR DPRD I. dan DPRD II digunakan sistem proporsional berdasarkan stelsel daftar.



5. ABRI

ABRI dalam sejarah kehidupan politik nasional, memainkan peranan dalam sistem politik Indonesia. Oleh karena itu, keberadaan ABRI masih diperlukan di DPR, DPRD I, dan DPRD II yang secara bertahap jumlah­nya akan dikurangi sesuai dengan Ketetapan MPR Nomor XIV/MPR/ 1998.







PASAL DEMI PASAL



Pasal 1

Ayat (1)

Cukup jelas



Ayat (2)

Telah dijelaskan dalam Penjelasan Umum.



Ayat (3)

Pemilihan Umum diadakan pada waktu yang bersamaan di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia, termasuk di tempat-­tempat pemungutan suara di luar negeri.



Ayat (4)

Cukup jelas



Ayat (5)

Pasal 2 ayat (1) Undang Undang Dasar 1945 menentukan bahwa Majelis Permusyawaratan Rakyat terdiri dari Anggota‑anggota DPR ditambah dengan utusan‑utusan dari daerah‑daerah dan golongan‑golongan.

Oleh karena itu, Pemilihan Umum Anggota DPR yang diatur dengan Undang‑undang ini adalah juga untuk mengisi keanggotaan MPR.



Ayat (6)

Cukup jelas



Ayat (7)

Cukup jelas





Pasal 2

Pemilihan Umum diselenggarakan/dilaksanakan atas prinsip‑prinsip demokrasi dan transparan (keterbukaan) dalam arti bahwa penyelenggara/pelaksana Pemilihan Umum, yaitu KPU, PPI, PPD I, PPD II, PPLN, PPK, PPS, KPPS, Partai Politik Peserta Pemilihan Umum, dan para pemilih, serta Panitia Pengawas harus betul‑betul menghargai semangat demokrasi dan keterbukaan,dimana prinsip keadilan, kebebasan, kesetaraan, dan tanggung jawab harus dihormati. Karena itu, tujuan untuk memenangkan Pemilihan Umum harus dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang‑undangan.



Pasal 3

Ayat (1)

Cukup jelas



Ayat (2)

Huruf a

Cukup jelas



Huruf b

Cukup jelas





Huruf c

Cukup jelas



Pasal 4

Ayat (1)

Penetapan jumlah penduduk untuk 1 (satu) kursi Anggota DPR ditetapkan oleh KPU.



Ayat (2)

Cukup jelas



Pasal 5

Ayat (1)

Cukup jelas



Ayat (2)

Cukup jelas



Huruf a

Cukup jelas



Huruf b

Cukup jelas



Huruf c

Cukup jelas



Huruf d

Cukup jelas



Huruf e

Cukup jelas



Huruf f

Cukup jelas



Ayat (3)

Cukup jelas



Ayat (4)

Cukup jelas



Pasal 6

Ayat (1)

Cukup jelas



Ayat (2)

Cukup jelas



Huruf a

Cukup jelas





Huruf b

Cukup jelas



Huruf c

Cukup jelas



Huruf d

Cukup jelas



Hurufe

Cukup jelas



Huruf f

Cukup jelas



Ayat (3)

Cukup jelas



Ayat (4)

Cukup jelas



Pasal 7

Cukup jelas



Pasal 8

Ayat (1)

Yang dimaksud dalam ayat ini, Presiden dalam kedudukannya sebagai Mandataris MPR.



Ayat (2)

KPU yang bebas dan mandiri adalah sebuah badan yang tidak di bawah pengaruh dan atau kendali, secara langsung ataupun tidak langsung, baik oleh salah satu Partai Politik yang ikut Pemilihan Umum maupun oleh Pemerintah.



Ayat (3)

Cukup jelas



Ayat (4)

Yang dimaksud dalam ayat iru, Presiden dalam kedudukannya sebagai Kepala Negara.



Pasal 9

Ayat (1)

Cukup jelas



Ayat (2)

Yang dimaksud "berimbang" dalam ayat ini adalah jumlah suara dari Wakil‑wakil Partai Politik Peserta Pemilihan umum dan unsur Pemerintah adalah sama banyak.



Ayat (3)

Cukup jelas



Ayat (4)

Cukup.1elas



Ayat (5)

Cukup jelas



Ayat (6)

Cukup jelas



Ayat (7)

Cukup jelas



Ayat (8)

Sekretariat KPU adalah sebuah badan Pemerintah yang membantu tugas‑tugas KPU dalam pelayanan administrasi KPU, yang dipimpin oleh seorang Sekretaris Umum dan dibantu oleh seorang Wakil Sekretaris Umum.



Ayat (y)

Cukup jelas



Ayat (10)

Sekretaris Umum dan Wakil Sekretaris Umum bukan jabatan politis, melainkan jabatan karier.



Ayat(11)

Pertanggungjawaban Sekretaris Umum secara teknis administratif selanjutnya diatur oleh Presiden.



Pasal 10

Huruf a

Yang dimaksud merencanakan dan mempersiapkan Pemilihan Umum adalah termasuk merencanakan dan mempersiapkan tahap‑tahap kegiatan penyelenggaraan/ pelaksanaan Pemilihan Umum, dimulai dari pendaftaran Partai Politik Peserta Pemilihan Umum sampai peresmian keanggotaan DPRD II, DPRD I, DPR, dan MPR.



Huruf b

Cukup jelas



Huruf c

Cukup jelas



Huruf d

Penetapan jumlah kursi anggota DPR, DPRD I, dan DPRD II, untuk setiap daerah pemilihan. dengan memperhatikan ketentuan sebagaimana diatur dalam Undang‑ undang Nomor 4 Tahun 1999 tentang Susunan dan Kedudukan MPR, DPR, dan DPRD.



Huruf e

Cukup jelas



Huruf f

Cukup jelas

Huruf g

Cukup jelas



Pasal 11

Cukup jelas



Pasal 12

Ayat (1)

Cukup jelas



Ayat (2)

Cukup jelas



Ayat (3)

Cukup jelas



Ayat (4)

Cukup jelas



Pasal 13

Huruf a

Cukup jelas



Huruf b

Cukup jelas



Huruf c

Cukup jelas



Huruf d

Cukup jelas



Pasal 14

Ayat ( I )

Cukup jelas



Ayat (2)

Cukup jelas



Ayat (3 )

Cukup jelas



Ayat (4)

Cukup jelas



Pasal 15

Huruf a

Cukup jelas



Huruf b

Cukup jelas



Huruf c

Cukup jelas



Huruf d

Cukup jelas



Huruf e

Cukup jelas



Pasal 16

Ayat (1)

Cukup jelas



Ayat (2)

Cukup jelas



Apt (3)

Cukup jelas



Ayat (4)

Cukup jelas



Pasal 17

Huruf a

Cukup jelas



Hunif b

Cukup jelas



Huruf c

Cukup jelas



Huruf d

Cukup jelas



Huruf e

Cukup jelas



Pasal 18

Ayat (1)

Cukup jelas



Ayat (2)

Cukup jelas



Ayat (3)

Cukup jelas



Ayat (4)

Cukup jelas





Pasal 19

Huruf a

Cukup jelas



Huruf b

Cukup jelas



Huruf c

Cukup jelas



Pasal 20

Ayat (1)

Sekretariat PPI juga mengurus administrasi pemilihan dan hasil perhitungan suara di luar negeri (PPLN).



Ayat (2)

Cukup jelas



Ayat (3)

Cukup jelas



Ayat (4)

Cukup jelas



Ayat (5)

Cukup jelas



Pasal 21

Ayat (1)

UPT adalah wilayah kerja PPS setingkat Desa/Kelurahan yang bertugas melakukan pendaftaran pemilih dan membentuk KPPS di wilayah UPT.



Ayat (2)

Cukup jelas



Ayat (3)

Cukup jelas



Ayat (4)

Cukup jelas



Pasal 22

Huruf a

Cukup jelas



Huruf b

Cukup jelas



Huruf c

Cukup jelas





Pasal 23

Ayat (1)

Wakil masyarakat yang dimaksud pads ayat ini dipilih dari Pengurus Rukun Warga dan Rukun Tetangga, termasuk tokoh masyarakat.



Ayat (2)

Huruf a

Cukup jelas



Huruf b

Cukup jelas



Huruf c

Cukup jelas



Ayat (3)

Cukup jelas



Ayat (4)

Cukup jelas



Ayat (5)

Cukup jelas



Ayat (6)

Penempatan petugas anggota Pertahanan Sipil sebagai petugas keamanan TPS, diatur dalam petunjuk teknis KPU.



Ayat (7)

Yang dimaksud dengan TPS pads ayat ini, termasuk TPS di luar negeri. Hal‑hal berkenaan dengan persiapan dan pelaksanaan pemungutan/penghitungan suara di TPS diatur dalam petunjuk teknis KPU.



Ayat (8)

Yang dimaksud dengan Partai Politik setempat ialah jajaran partai yang dimiliki oleh Partai Politik Peserta Pemilihan Umum sesuai dengan kondisi masing‑masing mulai dari tingkat terbawah sampai tingkat pusat.



Pasal 24

Ayat (1)

Panitia Pengawas Pemilihan Umum adalah panitia bersifat betas dan mandiri yang beriugas mengawasi penyelenggaraan/pelaksanaan Pemilihan Umum guna menjamin terselenggaranya Pemilihan Umum yang jujur, adil langsung, umum, betas, dan rahasia.



Ayat (2)

Cukup jelas



Ayat (3)

Yang dimaksud dengan unsur Perguruan Tinggi adalah dosen dan atau mahasiswa.

Yang dimaksud dengan unsur masyarakat pads ayat ini adalah tokoh‑tokoh masyarakat setempat, Pemuka agama, pemangku adat, budayawan.

Panitia Pengawas Tingkat Pusat sampai dengan Tingkat Kecamatan bersikap netral, dan tidak beranggotakan unsur‑unsur Partai Politik peserta Pemilihan Umum (nonpartisan) dan Pemerintah.



Ayat (4)

Anggota Panitia Pengawas dari Unsur Perguruan Tinggi sebagaimana dimaksud pada ayat ini sepanjang ada di daerah tersebut.



Ayat (5)

Cukup jelas



Pasal 25

Cukup jelas



Pasal 26

Huruf a

Cukup jelas



Huruf b

Cukup jelas



Huruf c

Cukup jelas



Pasal 27

Ayat (1)

Cukup jelas



Ayat (2)

Cukup jelas



Pasal 28

Ketentuan Pasal ini juga berlaku bagi warga negara Republik Indonesia yang terlibat langsung ataupun tak langsung dalam "G30S/PKI" dan organisasi terlarang lainnya, kecuali peraturan perundang‑undangan menentukan lain.



Pasal 29

Ayat (1)

Cukup jelas



Ayat (2)

Cukup jelas



Huruf a

Cukup jelas



Huruf b

Cukup jelas



Huruf c

Yang dimaksud dengan hak pilih adalah hak memilih dan hak dipilih.



Ayat (3)

Cukup jelas



Pasal 30

Anggota Angkatan Bersenjata Republik Indonesia melindungi semua warga negara Indonesia dan tidak memihak kepada salah satu partai politik. maka tidak menggunakan hak memilih.



Pasal 31

Cukup jelas



Pasal 32

Ayat (1)

Cukup jelas



Ayat (2)

Yang dimaksud dengan bukti diri lainnya yang sah, antara lain Surat Ijin Mengemudi, Ijazah, Surat Nikah, Paspor, dan Kartu Keluarga.



Ayat (3)

Cukup jelas



Ayat (4)

Cukup jelas



Pasal 33

Ayat (1)

Cukup jelas



Ayat (2)

Cukup jelas



Pasal 34

Ayat (1)

Cukup jelas



Ayat (2)

Cukup jelas



Pasal 35

Ayat (1)

Untuk memudahkan warga negara Indonesia yang berada di luar negeri, maka warga negara tersebut dapat mendaftar diri kepada Panitia Pemilihan Luar Negeri yang dibentuk pada setiap kantor Perwakilan Indonesia di luar negeri.



Ayat (2)

Cukup jelas











Ayat (3)

Yang dimaksud dengan wakil‑wakil masyarakat Indonesia adalah warga negara yang berdomisili dalam wilayah kerja Kantor Perwakilan RI setempat. Kepala Perwakilan RI mempertimbangkan usulan dari Pimpinan Pusat Partai Politik Peserta Pemilihan Umum, sepanjang ada usulan yang masuk sesuai batas waktu yang ditentukan oleh KPU.



Ayat (4)

Cukup jelas



Pasal 36

Ayat (1)

Cukup jelas



Ayat (2)

Cukup jelas



Ayat (3)

Cukup jelas



Pasal 37

Ayat (1)

Seorang pemilih terdaftar yang berpindah tempat tinggal diwajibkan melapor kepada Panitia pemungutan Suara di tempat ia berasal dan Panitia Pemungutan Suara di tempat tinggalnya yang baru. Hal ini perlu dilakukan dalam rangka menghindari penyalahgunaan hak memilihnya.



Ayat (2)

Cukup jelas



Ayat (3)

Yang dimaksud dengan "terpaksa" ialah karna menjalankan tugas pelayanan masyarakat yang tidak dapat dihindari di saat pemungutan suara atau karna kondisi tak terduga di luar kemauan yang bersangkutan antara lain : sakit rawat inap, masuk Rutan/Lapas, tertimpa bencana alam.



Pasal 38

Ayat (1)

PPS mengumumkan daftar pemilih sementara agar masyarakat dapat mengusulkan koreksi terhadap isi daftar pemilih sementara tersebut.



Ayat (2)

Hasil koreksi masyarakat terhadap daftar pemilih sementara merupakan bahan PPS untuk menyempurnakan daftar pemilih sementara menjadi daftar pemilih tetap untuk disahkan oleh PPK.



Ayat (3)

Ketentuan pada ayat ini dimaksudkan untuk memberikan kesempatan kepada pemilih yang namanya belum tercantum dalam daftar pemilih sementara/tetap untuk dimasukkan dalam daftar pemilih tambahan.





Ayat (4)

Cukup jelas



Ayat (5)

Keharusan memberikan salinan tersebut di atas hanya dilaksanakan sepanjang di Kecamatan dimana desa tersebut berada terdapat alat untuk menggandakan.



Pasal 39

Ayat (1)



Huruf a

Cukup jelas



Huruf b'

Syarat jumlah pengurus tersebut untuk menunjukkan bahwa partai politik yang menjadi peserta Pemilihan Umum betul‑betul memiliki jaringan organisasi dan basis keanggotaan yang rep­resentatif secara nasional.



Huruf c

Cukup jelas



Huruf d

Nama dan tanda gambar yang dimaksud adalah nama dan tanda gambar yang sama dengan nama dan lambang Partai Politik yang bersangkutan.



Ayat (2)

Dengan demikian terdapat dua kategori : Partai Politik yang terdaftar dan Partai Politik Peserta Pemilihan Umum. Partai Politik yang terdaftar adalah Partai Politik yang telah memenuhi syarat‑syarat pembentukan dan pendaftaran Partai Politik sesuai ketentuan dalam Undang‑undang Nomor 2 Tahun 1999 tentang Partai Politik, sedangkan Partai Politik Peserta Pemilihan Umum adalah partai yang telah terdaftar dan telah memenuhi syarat‑syarat keikutsertaan dalam Pemilihan Umum sebagaimana ditentukan dalam Undang‑undang ini.



Ayat (3)

Partai Politik yang telah memenuhi ketentuan ayat ini, untuk dapat menjadi peserta Pemilihan Umum berikutnya tetap harus memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a. b. dan c.



Ayat (4)

Yang dimaksud "bergabung" pada ayat ini. ialah mengadakan fusi atau menyatukan diri pada Partai Politik lain.



Ayat (5)

Cukup jelas



Pasal 40

Huruf a

Cukup jelas



Huruf b

Cukup jelas

Huruf c

Cukup jelas



Huruf d

Cukup jelas



Huruf e

Cukup jelas



Hurd f

Yang dimaksud dengan "tanda gambar partai politik yang telah ada" ialah tanda gambar Partai Politik yang telah mengikuti Pemilihan Umum 1997 (PPP, Golkar; dan PDI) dan tanda gambar Partai Politik baru yang telah lebih dahulu mendaftar sesuai dengan Undang‑undang ini.



Pasal 41

Ayat (1)

Cukup jelas



Ayat (2 )

Cukup jelas



Ayat (3)

Yang dimaksud dengan I (satu) Lembaga Perwakilan Rakyat adalah hanya tercantun dalam 1 (satu) daftar calon DPR atau DPRD I atau DPRD II.



Ayat (4)

Cukup jelas



Ayat (5)

Usulan tertulis Pimpinan Partai Politik Daerah Tingkat Il sebagaimana dimaksud pada ayat ini disampaikan melalui Pimpinan Partai Politik Daerah Tingkat I.



Ayat (6)

Huruf a

Cukup jelas



Huruf b

Cukup jelas



Huruf c

Cukup jelas



Pasal 42

Cukup jelas



Pasal 43

Ayat (1)

Huruf a

Cukup jelas





Huruf b

Calon Anggota DPRD I dan DPRD II harus berdomisili di daerah pemilihan yang sesuai dengan daerah pencalonannya.



Huruf c.

Keterangan dapat berbahasa Indonesia, cakap membaca dan menulis. dapat dibuat oleh Pimpinan Partai Politik Peserta pemilihan Umum.



Huruf d

Sebagai pengganti ijazah SLTA, keterangan bahwa calon yang bersangkutan berpengetahuan yang sederajat dan berpengalaman dalam bidang kemasyarakatan dapat dibuat oleh Pimpinan Partai Politik Peserta Pemilihan Umum.



Huruf e.

Keterangan setia kepada Pancasila sebagai dasar negara, Undang Undang Dasar 1945, dan cita‑cita proklamasi 17 Agustus 1945 didasarkan atas rekomendasi oleh Pimpinan Partai Politik Peserta Pemilihan Umum oleh karna itu tidak diperlukan lagi lembaga Penelitian Khusus (Litsus).



Huruf f

Untuk mengetahui seseorang talon bukan bekas anggota organisasi terlarang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf f ini Pemerintah berkewajiban menyampaikan kepada KPU daftar nama‑nama warga negara Republik Indonesia yang terlibat langsung ataupun tak langsung dalam "G30S/PKI" atau organisasi terlarang lainnya.



Huruf g

Cukup jelas



Huruf h

Cukup jelas



Huruf i

Keterangan mengenai nyata‑nyata tidak sedang terganggu jiwa/ingatannya dibuktikan dengan surat keterangan dokter umum Pemerintah.



Huruf j

Yang dimaksud dengan daftar pemilih, yaitu daftar pemilih tetap atau tambahan.



Ayat (2)

Cukup jelas



Pasal 44

Ayat (1)



Huruf a

Cukup jelas



Huruf b

Cukup jelas





Huruf c

Cukup jelas



Huruf d

Daftar kekayaan pribadi memuat seluruh harta bergerak dan tidak bergerak yang dimiliki seorang calon pada saat dicalonkan.



Hurd e

Cukup jelas



Huruf f

Cukup jelas



Ayat (2)

Cukup jelas.



Ayat (3)

Hurd a

Cukup jelas



Hurd b

Cukup jelas



Huruf c

Cukup jelas



Ayat (4)

Huruf a

Cukup jelas



Huruf b

Cukup jelas



Huruf c

Cukup jelas



Ayat (5)

Cukup jelas



Pasal 45

Ayat (1)

Yang dimaksud dengan Daftar Calon dalam Pasal ini meliputi Daftar Calon Sementara dan Daftar Calon Tetap.

Daftar calon tetap disusun dan diumumkan setelah memberi kesempatan kepada masyarakat untuk memberi penilaian terhadap daftar calon sementara



Ayat (2)

Cukup jelas



Ayat (3)

Cukup jelas



Pasal 46

Ayat (1)

Cukup jelas



Apt (2)

Cukup jelas



Ayat (3)

Waktu 2 (dua) hari merupakan masa tenang dan tidak ada lagi kegiatan yang dapat dikategorikan sebagai kegiatan kampanye



Ayat (4)

Cukup jelas



Apt (5)

Cukup jelas



Apt (6)

Cukup jelas



Pasal 47

Ayat (1)

Larangan‑larangan dalam Pasal ini dimaksudkan agar kampanye dapat berjalan dengan bebas, lancar, aman, tertib, serta tidak membahayakan persatuan dan kesatuan bangsa.



Huruf a

Yang dimaksud dengan mempersoalkan Undang‑Undang Dasar 1945 adalah mempersoalkan Pembukaan Undang Undang Dasar 1945



Huruf b

Cukup jelas



Huruf c

Cukup jelas



Huruf d

Cukup jelas



Huruf e

Cukup jelas



Hurd f

Cukup jelas



Huruf g

Cukup jelas











Huruf h

Yang dimaksud dengan "menggerakkan massa dari satu daerah ke daerah lain" adalah perpindahan massa dari satu Daerah Tingkat ll ke Daerah Tingkat II lainma. yang selanjutnya diatur oleh KPU deugan mempertimbangkan kondisi obyektif daerah yang bersangkutan.



Ayat (2)

Disamping dibubarkan atau diberhentikannya kampanye. pelaku pelanggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a s/d f dapat dikenakan ketentuan‑ketentuan KUHP.



Pasal 48

Ayat (1)

Dana yang dimaksud pada ayat ini termasuk barang yang dinilai menurut harga pasar yang berlaku.



Huruf a

Cukup jelas



Huruf b

"Dana" yang dimaksud pada ayat (1) huruf b diberikan sepanjang ada anggaran yang khusus disediakan untuk Partai Politik peserta Pemilihan Umum.



Huruf c

Cukup jelas



Ayat (2)

Dana kampanye yang dimaksud pada ayat ini adalah di luar sumbangan sebagaimana diatur dalam Undang‑undang Nomor ... Tahun 1999 tentang Partai Politik.

Untuk mencegah adanya politik uang (money politics), maka perlu adanya pembatasan dana kampanye yang diatur oleh KPU.



Ayat (3)

Cukup jelas



Ayat (4)

Cukup jelas



Pasal 49

Cukup jelas



Pasal 50

Ayat (1)

Hari pemungutan suara pada hari libur atau hari yang diliburkan.



Ayat (2)

Cukup jelas



Pasal 51

Ayat (1)

Cukup jelas



Ayat (2)

Pemungutan suara dapat mengambil tempat di gedung‑gedung sekolah. balai‑balai pertemuan masyarakat, dan sebagainya, dan tidak harus mendirikan tempat atau bilik suara secara khusus.



Pasal 52

Ayat (1)

Cukup jelas



Ayat (2)

Cukup jelas



Ayat (3)

Yang dimaksud "pemilih terdaftar yang menggunakan hak pilihnya di tempat lain" pada ayat ini adalah sebagai pelaksanaan Pasal 36 ayat (3).



Ayat (4)

Cukup jelas



Pasal 53

Cukup jelas



Pasal 54

Ayat (1)

Pada waktu Ketua KPPS menandatangani surat suara disaksikan oleh para saksi Partai Politik Peserta Pemilihan Unmet yang hadir.



Ayat (2)

Cukup jelas



Pasal 55

Ayat (1)

Tanda khusus yang dimaksud pada ayat ini dibuat untuk mencegah agar pemilih tidak menggunakan hak memilihnya lebih dari 1 (satu) kali.



Ayat (2)

Cukup je]as



Pasal 56

Ayat (1)

Cukup jelas



Ayat (2)

Yang dimaksud dengan "berbagai pihak" pada ayat ini adalah pihak-­pihak yang mempunyai kepentingan terhadap berlangsungnya pelaksanaan pemungutan dan penghitungan suara., antara lain pemantau Pemilihan Umum dan masyarakat.



Ayat (3)

Cukup jelas







Ayat (4)

Jika tidak ada saksi dari Parpol maka Ketua KPPS dapat meminta sekurang‑ kurangnya 2 orang pemilih untuk menjadi saksi.



Ayat (5)

Apabila keberatan saksi tidak dapat diterima oleh KPPS, maka keberatan tersebut dicatat dalam berita acara untuk diselesaikan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.



Pasal 57

Ayat (1)

Berita Acara dan Sertifikat Hasil Penghitungan Suara adalah dua hal yang berbeda. Berita Acara memuat tentang laporan kegiatan penyelenggaraan pemungutan suara di TPS, sedangkan Sertifikat Hasil Penghitungan Suara memuat rincian hasil penghitungan suara di TPS.



Ayat (2)

Cukup jelas



Pasal 58

Ayat (1)

Berita Acara memuat tentang laporan kegiatan penyelenggaraan pemungutan suara di desa/kelurahan yang bersangkutan, sedangkan Sertifikat Tabulasi Hasil Penghitungan Suara memuat tabulasi hasil penghitungan suara di desa/kelurahan yang bersangkutan.



Ayat (2)

Cukup jelas



Ayat (3)

Cukup jelas



Ayat (4)

Lihat penjelasan Pasal 56 ayat (5)



Ayat (5)

Cukup jelas



Ayat (6)

Cukup jelas



Pasal 59

Ayat (1)

Cukup jelas



Ayat (2)

Cukup jelas



Ayat (3)

Cukup jelas



Ayat (4)

Lihat Penjelasan Pasal 58 ayat (4).

Ayat (5)

Lihat Penjelasan Pasal 58 ayat (1)



Ayat (6)

Cukup jelas



Pasal 60

Ayat (1)

Cukup jelas



Ayat (2)

Cukup jelas



Ayat (3)

Cukup jelas



Ayat (4)

Lihat Penjelasan Pasal 59 ayat (4).



Ayat (5)

Lihat Penjelasan Pasal 59 ayat (5).



Ayat (6)

Cukup jelas



Pasal 61

Ayat (1)

Cukup jelas



Ayat (2)

Cukup jelas



Ayat (3)

Cukup jelas



Ayat (4)

Lihat Penjelasan Pasal 60 ayat (4).



ayat (5)

Lihat Penjelasan Pasal 60 ayat (5)



Ayat (6)

Cukup jelas



Pasal 62

Ayat (1)

Cukup jelas



Ayat (2)

Cukup jelas





Ayat (3)

Cukup jelas



Ayat (4)

Lihat Penjelasan Pasal 61 ayat (4).



Ayat (5)

Lihat Penjelasan Pasal 61 ayat (5).



Ayat (6)

Cukup jelas



Pasal 63

Yang dimaksud dengan "tidak menghalangi proses Pemilihan Umum" dalam Pasal ini adalah tidak menghentikan tahapan kegiatan pelaksanaan Pemilihan Umum. dengan tetap menyelesaikan keberatan yang diajukan oleh saksi utusan Partai Politik Peserta Pemilihan Umum berdasarkan ketentuan yang berlaku.



Pasal 64

Cukup jelas



Pasal 65

Ayat (1)

Cukup jelas



Ayat (2)

Cukup jelas



Ayat (3)

Cukup jelas



Pasal 66

Ayat (1)

Cukup jelas



Ayat (2)

Cukup jelas



Ayat (3)

Cukup jelas



Ayat (4)

Cukup jelas



Pasal 67

Ayat (1)

Cukup jelas



Ayat (2)

Cukup jelas





Ayat (3)

Cukup jelas



Pasal 68

Ayat (1)

Cukup jelas



Ayat (2)

Cukup jelas



Ayat (3)

Cukup jelas



Ayat (4)

Cukup jelas



Pasal 69

Ayat (1)

Cukup jelas



Ayat (2)

Cukup jelas



Pasal 70

Ayat (1)

Cukup jelas



Huruf a

Cukup jelas



Huruf b

Cukup jelas



Huruf c

Cukup jelas



Ayat (2)

Cukup jelas



Pasal 71

Ayat (1)

Cukup jelas



Huruf a

Cukup jelas



Huruf b

Cukup jelas



Huruf c

Cukup jelas



Ayat (2)

Cukup jelas



Pasal 72

Ayat (1)

Cukup jelas



Ayat (2)

Cukup jelas



Ayat (3)

Cukup jelas



Pasal 73

Ayat (1)

Yang dimaksud dengan jalannya Pemilihan Umum pada ayat ini adalah seluruh tahapan kegiatan penyelenggaraan Pemilihan Umum.



Ayat (2)

Cukup jelas



Ayat (3)

Cukup jelas



Ayat (4)

Cukup jelas



Ayat (5)

Cukup jelas



Ayat (6)

Cukup jelas



Ayat (7)

Cukup jelas



Ayat (8)

Cukup jelas



Ayat (9)

Cukup jelas



Apt (10)

Yang dimaksud dengan "penyelenggara Pemilihan Umum" KPU, Pelaksana, dan Pengawas.



Ayat (11)

Cukup jelas



Pasal 74

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Cukup jelas



Pasal 75

Cukup jelas



Pasal 76

Cukup jelas



Pasal 77

Cukup jelas



Pasal 78

Cukup jelas



Pasal 79

Ayat (1)

Cukup jelas



Ayat (2)

Cukup jelas



Pasal 80

Ayat (1)

Cukup jelas



Ayat (2)

Cukup jelas



Pasal 81

Huruf a

Cukup jelas



Huruf b

Cukup jelas



Hunif c

Cukup jelas



Pasal 82

Huruf a

Cukup jelas



Hunif b

Cukup jelas



Pasal 83

Ketentuan dalam Pasal ini dimaksudkan untuk memberi kesempatan kepada KPU untuk mempersiapkan Pemilihan Umum tahun 2004.







Pasal 84

Dalam menetapkan Peraturan Pemerintah, Pemerintah wajib mempertimbangkan masukan dari KPU.



Pasal 85

Cukup jelas



Pasal 86

Cukup jelas









TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3810.

SUMBER www.kpu.go id