Pangeran Samudera diangkat menjadi raja oleh Patih Masih, Patih Balit, Patih Muhur, dan Patih Balitung. Di kampung Banjarmasih didirikan sebuah Kraton, dengan rumah asal, rumah Patih Masih sendiri. Kampung Banjarmasih disebut sampai sekarang Kampung Kraton (sekarang Kampung Kuin). Di sini terdapat kuburan Raja Banjar yang pertama sampai dengan Raja Banjar yang ketiga.
Ketika terjadi penyerbuan ke Bandar Muara Bahan (sekarang Marabahan), semua penduduknya dan para pedagang dipindah ke Banjarmasih. Penyerbuan ke Muara Bahan menimbulkan peperangan dengan Negara Daha yang dipimpin oleh Pangeran Tumenggung yang kemudian dengan armada sungainya menyerang Banjarmasih. Di ujung Pulau Alalak terjadi perang sungai yang hebat, tetapi Pangeran.Tumenggung akhirnya kalah, armadanya hancur oleh Pangeran Samudera. Sejak itulah terjadi perang yang berlarut-Iarut.
Pangeran Samudera aklhirnya minta bantuan Demak (Kerajaan Islam di Pulau Jawa), Karena ikatan 2 kerajaan yang sangat baik dan atas dasar bahwa Pangeran Samudera adalah sah dan lebih berhak atas tahta kerajaan dibanding Pangeran Tumenggung yang hanya seorang Paman Demak bersedia lalu menyiapkan puluhan armada kapal perang beserta laskarnya dan seorang pemimpinnya. Setelah Demak datang di Bandarmasih, Penyerbuan ditunda sampai musim air pasang datang hingga sungai dapat dilayari oleh kapal-kapal besar mereka, sambil juga menunggu musim panen selesai untuk logistik pasukan dan makanan rakyat.
Pada saat menunggu beberapa bulan persiapan penyerbuan inilah Pangeran Samudera mulai tertarik dengan ajaran Islam yang setiap hari sholat berjamaah dilakukan oleh seluruh Laskar Demak serta kegiatan ritual-ritual Agama Islam yang dipimpin oleh Khatib Dayan. Pangeran Samudera (PS) yang sebelumnya beragama Hindu Syiwa banyak bertanya kepada Khatib Dayan (KD); seperti berikut DIBAWAH ini ;
PS= “Apa yang sedang diperbuat …? KD= “Oh…itu tadi kami sedang sholat..” PS= “Apa itu sholat..?” KD= “Kami menyembah Tuhan kami yaitu : Allah , Tuhan Kami” dst…dst…. Pangeran Samuderapun akhirnya tertarik dan mau belajar, hingga akhirnya secara sukarela menyatakan ingin memeluk Islam. Karena Ia seorang Pangeran yang sangat di cintai oleh maka sebagian besar rakyat pada akhirnya juga memeluk Islam. Demikian tiga hari sesudah Hari Raya Idul Fitri, diadakanlah peng-Islaman atas Raja dan rakyatnya. Pangeran Samudera berganti nama menjadi Pangeran Suriansyah. Dengan semangat baru persaudaraan Islam melawan kezaliman pamannya sendiri yaitu Pangeran Tumenggung yang telah merebut Tahta dari Bapaknya ketika Ia masih kecil. Dan dengan persiapan yang cukup matang mereka berangkat ke Hulu sungai/pedalaman penggempur Kerajaan Negara Daha. Persiapan terakhir peperangan ini, dilakukan pada tanggal 6 September 1526 setelah hampir 40 hari bertempur. Di Jingah Besar, Pangeran Samudera dapat mengalahkan pasukan Daha. Ini merupakan kemenangan besar yang pertama. Yang terakhir dilakukan pada tanggal 24 September 1526. Pertempuran tak lagi dilakukan antara pasukan dengan pasukan, tetapi Duel pertarungan antara raja yang bermusuhan yang beragama Syiwa, dengan yang baru masuk Islam. Pangeran Tumenggung melawan Pangeran Samudera. Pada saat duel Pangeran Samudera tak mau melawan pamannya, Pangeran Tumenggung.
Pangeran Samudera lalu membuang senjatanya, rela mati dan tak mau melukai apalagi membunuh pamannya sendiri saat itulah pamannya merasa iba hatinya. Ialu memeluk kemenakannya itu dan mengalah, menyerahkan semua regalia tahta kerajaan kepadanya.
Demikianlah tanggal 24 September 1526, hari Sabtu Pon, dijadikan :Hari kemenangan Pangeran Samudera. Hari itu telah diserahkannya regalia kerajaan Negara Daha ke Pangeran Samudera oleh Pangeran Tumenggung.dan merupakan cikal bakal dynasti Kerajaan Banjar. Pada tanggal, bulan dan tahun ini pulalah Pemerintah Kota Banjarmasin menetapkan sebagai hari jadi kota Banjarmasin yang diperingati setiap tahunnya tanggal 24 September, 1526
Setelah Negara Daha kalah. semua penduduknya diangkut ke Banjarmasih. Penduduk Ibukota Kerajaan baru itu terdiri dari penduduk Bandarmasih sendiri (Oloh Masih), penduduk Bandar Muara Bahan, penduduk Kota lama Negara Daha.
SEJARAH PEMERINTAHAN PROPINSI KALIMANTAN SELATAN
Perkembangan pemerintahan. di Kalimantan Selatan tidak lepas dari perkembangan pemerinta han negara Republik
Indonesia pada umumnya, karena Pemerintah Propinsi. Daerah Tingkat I Kalimantan Selatan merupakan bagian integral dari Pemerintah Negara Kesatuan Republik Indonesia.Oleh karena itu., untuk melihat perkembangan sampai terbentuk
nya Pemerintah Propinsi Daerah Tingkat I Kalimantan Selatan, dapat dikemukakan sejarah singkat dari Zaman Kerajaan
Hindia Belanda, Pendudukan Jepang dan Zaman Kemerdekaan sampai sekarang.
1.Zaman Kerajaan.
Jauh sebelum zaman Kolonial Belanda mendu¬duki Tanah Air kita, di Daerah Kalimantan sudah ada sistem pemerintahan di bawah pimpinan Empu Jatmika beserta dua orang anaknya yaitu Empu Mandastana dan Lambung Mangkurat.
Kemudian setelah Lambung Mangkurat mengambil anak Raja Majapahit untuk dikawinkan dan dinobatkan sebagai raja dengan nama Pangeran Surianata, terbentuklah suatu sistem pemerintahan yang teratur sebagai kerajaan dengan sebutan Keraja¬an Banjar.
Keturunan PangeranSurianata inilah yang ber¬abad-abad berkuasa dan memerintah Kerajaan Banjar. Dalam perjalanan pemerintahannya banyak tercatat peristiwa-peristiwa penting antara lain terbentuknya Kesultanan Banjarmasin, pada tanggal 24 Sep¬tember 1526, dengan tampuk pimpinan Sultan Suriansyah.
Sebagaimana diketahui bahwa Kolonial Belanda menduduki Tanah Air kita semula dengan nama VOC hanya semata bertujuan berdagang. Namun, akhirnya berubah dengan melakukan agresi untuk menguasai bahkan kemudian menjajah Indonesia term~suk Kerajaan Banjar. Jadi pada waktu itu banyak terjadi perlawanan bahkan pertempuran. Tetapi karena TentaraBelanda memiliki peralatan yang lebih baik dan pula dengan akal yang licik, akhirnya Kerajaan Banjar runtuh dan tenggelam dan tidak berarti apa-apa lagi.
Selanjutnya dengan Besluit Gubernur General tanggal 17 Desember 1859, Kerajaan Banjar dinyata¬kan sebagai Daerah Gubernemen Belanda, dan pada tanggal 11 Desember 1860 kemudian Belanda mem¬proklamasikan jatuhnya Kerajaan Banjar menjadi Pemerintahan yang langsung berada di bawah kekua¬saannya maka seluruh rakyat dituntut mentaati segala peraturan yang dikeluarkan.penguasa.
2.Zaman Hindia Belanda
Tahun 1922 Pemerintah Hindia Belanda telah mengeluarkan Bestu urschervorming Wet (stb. 1922 No. 216) yaitu Undang-undang tentang Pemerintah
Hindia Belanda dengan menyisipkan pasal ll0 – 122 pada Indische Staate Regeling. Undang-undang ini memungkinkan pembentukan otonom yang lebih besar dari Gewast lama dengan sebutan “Province”.
Kemudian Undang-undang’ itu disusul dengan terbitnya Province Ordonantie L.N. 1924, No. 78 yang selanjutnya diikuti dengan pembentukan Pro¬pinsi-propinsi di Jawa dan Madura, sedangkan bagi daerah di luar Jawa berlaku Staate Gemente Ordonan¬tie Buitengawesten (Stb. 1938, No. 131).
Menurut Stb. 1936, No. 68 telah ditetapkan Ordanantie pembentukan Gouvernement Sumatera, Borneo serta Timur Besar dan masing-masing Pemerintahan dipimpin oleh Gubernur atas nama Gu¬bernur Jenderal.
Selanjutnya berdasarkan Stb. 1938, No. 352 di¬sebutkan bahwa Gouvernement Van Borneo dengan ibukotanya Banjarmasin, meliputi dua Karesidenan, yaitu:
(1) Residentie Inider en Waster Afdeling van Borneo,dan
(2) Residentie Waster Afdeling van Borneo.
3.Zaman Pendudukan Jepang
Pada masa pendudukan Jepang, kepulauan di luar pulau Jawa termasuk Borneo pada waktu itu,di bawah kekuasaan Pasukan Laut yang berkedudukan di Makasar.
Sistem pemerintahan yang berlaku berjalan secara sentralisasi melalui Residen, Bupati dan Walikota. Sedangkan dewan yang ada di Propinsi, Kabu¬paten dan Kotamadya dihapuskan. Hal ini dimaklumi karena keadaan perang waktu itu.
4.Zaman Kemerdekaan
Terbentuknya daerah otonom Propinsi Kalimantan, pada tanggal 19 Agustus 1945, PPKI menetap¬kan bahwa Kalimantan atau Borneo pada waktu itu, adalah salah satu Propinsi dari Daerah Negara Republik Indonesia yang dibagi menjadi delapan Propinsi lainnya di Indonesia, masing-masing dipimpin oleh seorang Gubernur.
Dalam hubungan ini pada tanggal 2 September 1945 di Jakarta telah dilakukan pelan¬tikan Ir. Pangeran Muhammad Noor sebagai Guber¬nur Borneo dan disusul dengan berdirinya Komite Nasional Indonesia di Banjarmasin, Samarinda, dan Pontianak pada tanggal 14 Oktober 1945.
Kemudian menjelang berdirinya Negara Kesatu¬an Republik Indonesia, oleh Presiden RIS dipandang perlu membentuk Daerah-daerah Propinsi yang semu¬la terdiri dari delapan Propinsi menjadi sepuluh Dae¬rah Otonom Propinsi. Salah satu dari Daerah Otonom tersebut adalah, Daerah Otonom Propinsi Kalimantan.
Berdasarkan hal tersebut di atas serta dengan memperhatikan perkembangan politik di Daerah Kalimantan, maka Pemerintah menganggap perlu se¬gera melegalisirkan daerah-daerah yang dibentuk se¬mentara dengan membentuk secara resmi daerah-¬daerah yang berhak mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri,
Atas dasar Undang-Undang No¬mor 11 Tahun 1948,dikeluarkan Undang-¬Undang Nomor 2 tahun 1953, tentang Pembentukan Daerah Otonom Propinsi Kalimantan (L.N.R.I No¬mor 8 tahun 1953) antara lain dalam pasal l ayat (1) menyebutkan bahwa :
Daerah Propinsi Kalimantan yang bersifat Admi¬nistratif seperti dimaksudkan dalam PP.Nomor 21 tahun 1950,meliputi Keresidenan¬-karesidenan Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur, dan Kalimantan Barat, dibentuk sebagai “Daerah Otonom Propinsi Kalimantan Selatan” yang berhak mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri.
Perkembangan selanjutnya terjadi pada tahun 1957, yaitu dengan diberlakukannya Undang-Undang Nomor 25 tahun 1956, tentang Pembentukan Daerah Otonom Propinsi Kalimantan Selatan, Kali¬mantan Timur dan Kalimantan. Barat. (L.N.R.I. Nomor 65 tahun 1956) pada tanggal 1 Januari 1957. Atas dasar itu terjadilah peristiwa sejarah yang sangat penting, yaitu dilakukannya serah terima kekuasaan Pemerintahan antara Gubernur Kalimantan Milona kepada:
1). M. Syarkawi …………………………….Akting Gubernur Kalimantan Selatan:
2). Bambang Pranoto …………………….Akting Gubernur Kalimantan Timur, dan
3). A.R. Aflos ……………………………….Akting Gubernur Kelimantan Barat
Selanjutnya, pada tanggal 14 Agustus 1950, Gu¬bernur Kalimantan DR. Mas Murdjani dengan kepu¬tusannya nomor: 186/92/14, untuk sementara waktu sambil menunggu tindak lanjut dari Pemerintah Pusat, telah dibentuk beberapa Daerah Kabupaten, Daerah Istimewa, dan Kotapraja yang mengatur rumah tang¬ga sendiri di bagian wilayah tertentu di Propinsi Kalimantan Selatan. Di samping itu, dengan berpedoman pa¬da PP. No. 139 tahun 1950, oleh Gubernur Kaliman¬tan di daerah-daerah tersebut juga dibentuk DPR dan DPD.
Akibat keputusan tersebut menimbulkan berbagai kesukaran dan keraguan yang berkaitan dengan tugas atau pekerjaan yang dijalankan oleh DPR mau¬pun DPD didaerah-daerah tersebut.
Nama-nama Pimpinan Wilayah/Daerah Propinsi Kalimantan Selatan hingga sekarang,
Sejak kemerdekaan Republik Indonesia diprok¬lamasikan hingga sekarang ini pimpinan Wilayah/ Daerah yang pernah dan sedang memangku jabatan sebagai Gubernur /Kepala Daerah Tingkat I Propinsi Kalimantan Selatan, adalah sebagai berikut:
1) Ir. Pangaran Muhammad Noor 1945 -1950
2) Dr. Mas Murdjani 1950 -1953
3) Raden Tumenggung Arya Milano1953 -1957
4) M. Syarkawi 1957 – 1959
5) H. Maksid 1960 – 1963
6) H. AbuYazid Bustomi 1963
7) H. Aberani Sulaiman 1963 -1969
8) M. Jamani 1969 -1970
9) Subardjo Sorosuroyo 1970 -1980
10)Mistar Tjokrokoesoemo 1980 -1984
11)Ir. H.M. Said 1985 – 1995
12)Drs. H. Gt. Hasan Aman1995 – 2000
13)Drs. H.Syahril Darham2000 -2005
14)Drs. H. Rudy Ariffin2005 – sekarang
(diambil dari sultanborneo.com)
Pangeran Hidayatullah
Sultan Hidayatullah adalah salah seorang pemimpin Perang Banjar setelah beliau diangkat langsung oleh Sultan Adam menjadi Sultan Banjar untuk meneruskan pemerintahan kerajaan Banjar menggantikan kakeknya-nya (Sultan Adam). Ayah beliau adalah Sultan Muda Abdurrahman bin Sultan Adam, sedangkan ibunda beliau adalah Ratu Siti. Di masa pemerintahan Sultan Adam Alwazikoebillah, beliau menjabat sebagai mangkubumi Kesultanan Banjar. Beliau adalah Sultan Banjar yang dengan tipu muslihat Penjajah Belanda ditangkap dan kemudian diasingkan bersama dengan anggota keluarga dan pengiringnya ke Cianjur. Di sana beliau tinggal bersama dengan keluarga Sultan Kesultanan Pasir yang juga diasingkan dalam suatu pemukiman yang sekarang dinamakan Kampung Banjar/Gang Banjar. Sultan Hidayatullah wafat dan dimakamkan di Cianjur. Sultan Hidayatullah mendapat Bintang kenegaraan dari pemerintah RI.
Sultan Hidayatullah
Keturunan Pangeran Hidayatullah masih menyimpan Surat Wasiat Sultan Adam Untuk Pangeran Hidayatullah yang Naskah Aslinya tersimpan baik oleh Ratu Yus Roostianah Keturunan garis ke-3 / cicit dari Pangeran Hidayatullah bertanggal 12 bulan Shofar 1259, sebagai saksi pertama Mufti Haji Jamaludin dan saksi kedua pengulu Haji Mahmut. Dalam surat tersebut Sultan Adam berwasiat kepada keturunannya, segala raja-raja (raja/penguasa lokal) dan rakyat Banjar untuk me-Raja-kan Pangeran Hidayatullah sebagai Sultan Banjar penggantinya dan memberikan daerah kekuasaan (tanah lungguh) yang meliputi wilayah yang sekarang menjadi sebagian Kabupaten Banjar dan Kota Banjarbaru (Distrik Riam Kanan), dan seluruh Kabupaten Tapin(Distrik Margasari dan Banua Ampat). Wilayah tersebut hanya sebagian dari wilayah kerajaan Banjar, jadi tidak termasuk wilayah Banua Lima yang dikuasai Kiai Adipati Danu Raja dan wilayah Mangkatip (sebagian Barsel) dan wilayah suku Dayak Maanyan Paju Sapuluh (sebagian Bartim) yang dikuasai Puteri Mayang Sari. Wilayah kesultanan Banjar lainnya di kota Banjarmasin dan sekitarnya diantaranya Kampung Kuin (Banjarmasin Utara), Kampung Sungai Mesa, dan lain-lain. Sedangkan daerah-daerah di luar wilayah tersebut merupakan wilayah Hindia Belanda yaitu sebagian besar wilayah yang saat ini menjadi Kota Banjarmasin, sebagian Kabupaten Barito Kuala dan Kabupaten Tanah Laut.(wapedia)
Pengeran Antasari
Di kota Banjarmasin pada tahun 1809 Pangeran Antarasi lahir. Dan selalu berkehidupan diluar lingkungan istana, padahal ia termasuk keluarga Sultan Banjar. Karena besar di tengah-tengah rakyat biasa, Antarasi menjadi dekat dengan rakyat, mengenal perasaaan dan penderitaan mereka.
Pada saat itu pula Belanda sedang hangat-hangatnya melakukan gencar melemahkan kerajaan Banjar. Balanda melakukan adu domba terhadap golongan-golongan istana sehingga terjadi terpecah-pecah. Dan pada saat itu pengangkatan seorang sultan pun Belanda yang menentukan.
Tahun 1859, Sultan Tamjid diangkat menjadi sultan kerajaan Banjar, padahal yang berhak naik adalah Pangeran Hidayat. Sultan Tamjid tidak disukai oleh rakyat sebab terlalu memihak kepada Belanda. Pangeran Antasari berusaha membela Pangeran Hidayat, kemudian Pangeran Antasari dibantu beberapa kepala daerah Hulu Sungai, Martapura, Barito, Pleihari, Kahayan, Kapuas, dll semua bertekad untuk mengusir Belanda dari kerajaan Banjar. Maka tak terelakan pertempuran pun terjadi tanggal 18 April 1859, dalam pertempuran ini Belanda menghadapi kesulitan. Lalu Belanda membujuk Pangeran Antasari dengan memberikan janji yang muluk-muluk asal bersedia menghentikan perang, namun bujukan itu ia tolak.
Dalam kondisi yang terjepit, Pangeran Hidayat menyerang kepada Belanda dan diikuti kepala-kepala daerah lainnya. Namun Pangeran Antasari tetap melanjutkan perjuangannya. Baginya adalah pantang berdamai dengan Belanda, apalagi menyerah.
Pada bulan Oktober 1862 ia merencanakan serangan besar-besaran terhadap benteng Belanda, kekuatan sudah dikumpulkan. Tetapi pada saat itu berjangkit wabah penyakit cacar. Pengaran Antasari pun terkena. Dan wabah tersebut akhirnya merenggut nyawanya. Ia meninggal dunia di Bayan Begak (Kalimantan Tengah), pada tanggal 11 Oktober 1862 dan dimakamkan di Banjarmasin.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar