Rabu, 27 Juli 2011

BBM LANGKA DI PENAJAM KALTIM

MEDIA PUBLIK-PENAJAM KALTIM - Masalah krisis bahan bakar minyak di Penajam Paser Utara belum juga ada tanda-tanda bakal berakhir. Aksi pengetap yang diduga menguasai aliran premium maupun solar dari stasiun pengisian bahan bakar umum (SPBU) masih terjadi. Buktinya, kios-kios bensin eceran tak juga hilang dari pinggir jalan. Itu artinya, diantara antrean panjang di SPBU, tetap terselip kendaraan pengetap.

Saat dikonfirmasi, Kepala Satuan Polisi Pamong Praja PPU Alimuddin mengatakan, perbuatan pengetap hanya bisa dihentikan lewat cara penindakan. Ia berdalih, kalau hanya ditertibkan, sesuai tugas Pol PP, kurang memberi efek jera. “Nah, kalau penindakan, itu sudah domain polisi,” terang Alimuddin.

Sebenarnya, lanjut mantan Kabag Kepegawaian ini, Pol PP bisa saja mengambil langkah tegas dengan “membersihkan” praktik pengetap yang menjual bensin eceran di jalan. Hanya saja dirinya tak memiliki wewenang. Lagipula, kalau tetap nekat melakukan, jelas melanggar aturan.

Pasalnya, Pol PP hanya memiliki bekal Perda 17/2009 tentang ketertiban umum. Sementara ada aturan yang lebih kuat, yakni UU nomor 22/2009 tentang Minerba yang bisa diterjemahkan oleh polisi. “Jadi sudah ada wilayah masing-masing,” jelasnya.

Dikatakan, perbuatan yang dilakukan pengetap sudah masuk kategori pidana, karena menjual belikan BBM subsidi. Dan secara kasat mata, tak susah untuk menyeret pelakunya ke ranah hukum. Ia lantas menunjuk kios-kios di tepi jalan yang memajang ratusan liter bensin atau solar. “Tungguin saja ketika mereka membawa bensin keluar SPBU. Barang buktinya ada di depan mata kok. Sekarang tinggal mau apa tidak. Bahkan kalau mau tambahan bukti, kami punya data pengetap yang biasa antre,” katanya.

Sementara, sejumlah warga yang ditemui sangat berharap aparat bisa mengatasi masalah ini. Betapa tidak, sudah bertahun-tahun mereka sangat bergantung pada pengetap untuk membeli BBM. “Kalau ikut antre di SPBU, tak mungkin dapat. Sudah habis duluan dibeli pengetap. Daripada buang waktu berjam-jam, terpaksa cari eceran,” komentar warga yang dirangkum koran ini. “Pemerintah juga harus mengawasi harganya. Masa dijual sampai Rp 10 ribu per liter. Apa-apan ini,” komentar warga yang lain.

Sebelumnya, Kapolres PPU AKBP Widaryanto mengatakan, untuk “membereskan” aksi pengetap tak bisa dilakukan parsial atau hanya mengandalkan tindakan polisi. Diperlukan sinergi antar pihak, seperti Satpol PP dan Disperindagkop. “Kalau punya komitmen, mari kita bereskan bersama. Jangan hanya saling menuding,” katanya.(Tim)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar