Rabu, 07 September 2011

Rusaknya Disiplin Dalam Segala Bidang Merupakan Ciri Khas Kelemahan Manusia


MEDIA PUBLIK
Oleh : H.Rd. Lasmono Abdulrify Dyar, Dipl.Sys.Ing., Ph.D.
Penulis tersentak setelah mengetahui melalui berita dari Kompas beberapa waktu yang lalu, bahwa kebanyakan dari Penyelenggara Negara tidak mengindahkan sama sekali pengisian formulir yang menyangkut kekayaan Pribadi, yang dikirim oleh Komisi Pemeriksa Kekayaan Penyelenggara Negara. Alasan untuk tidak mengembalikan berlindung kepada dalih kurang memahami, kebingungan serta tanggapan sepi mengenai batas waktu pengembalian formulir tersebut kepada KPKPN.


Kita telah menyepakati bersama, bahwa pemerintahan, setelah peralihan kekuasan memerintah, haruslah berbeda dalam sifat dan caranya oleh mereka yang justru pada permulaan dipercayai oleh masyarakat (rakyat), menyelesaikan kemelut yang terjadi antara yang jujur, masih setengah jujur dan yang tidak jujur dari unsur-unsur orde baru yang sudah basi.


Pengaruh yang demikian mendalam dari rezim otoriter, telah menimbulkan gejala seperti kuda terlepas dari kandangnya. Muncullah berbagai bentuk gagasan dari mereka yang tidak mendapatkan kesempatan pada saat rejim itu, baik yang berkonotasi negatif maupun yang positif, untuk mengemukakan pendapat, sehingga terjadi kesimpang-siuaran usulan dan gagasan, mana yang relevan dan yang mana yang tidak relevan. Hal semacam itu timbul dari jiwa yang tadinya terjajah oleh perasaan ketakutan, dongkol, dendam, tidak kuasa dan putus asa.


Rakyat menginginkan benar (desperately), bahwa para pengelola negara menginsyafi diri, bahwa hanya dengan suatu kedisiplinan, kesabaran tapi tegas serta jiwa jujur, kita akan pasti mampu menyelesaikan masalah apapun. Kalau tidak dimulai dari sifat itu, maka niscaya tidak akan terdapat suatu penglihatan yang meluas dan mendalam mengenai penyebab dari terjadinya masalah-masalah. Penyebab Utamanya adalah Mutu Jiw.


Masalah yang tadinya hanya lokal saja, bisa merembet menjadi luas sekali, karena penyelesaiannya tidak tuntas. Buntut permasalahan yang ditimbulkan karena kurang fokus pada kejadiannya akan menambah lagi penumpukan dari yang tak selesai menjadi problem baru yang akan kait mengkait dengan yang lama. Seperti itulah jebakan yang dihadapi oleh mereka yang tidak mewaspadai cara-cara pemecahan persoalan. Lagi pula karena tidak serius berpijak pada kepentingan Nasional. Yang dipentingkan adalah 'Diri Sendiri' beserta 'Kelompok'-nya.


Ingin merubah diri supaya menjadi manusia yang se-utuhnya dan berguna bagi bangsa dan negara dengan suatu pengelolaan diri yang mempunyai dasar kokoh menegakkan kebenaran secara nasional, merupakan unsur 'utama' dari seorang pemimpin penyelenggara negara. Hal seperti itu harus menjadi pondasi pendidikan khusus yang mulai saat ini harus direnungkan, dilaksanakan dan diperhatikan melalui suatu lembaga yang tepat dan berorientasi hanya kearah kenegarawanan dari seorang yang telah dididik khusus untuk itu.


Kita mempunyai Lembaga seperti itu, yang dinamakan 'Lemhanas', dan oleh Bung Karno memang diinsepsikan guna 'mengisi' para penerus 'Penyelenggara Negara' dengan jiwa positif yang dapat  mempengaruhkan kemampuannya kepada lingkungan sesama penyelenggara. Didalam rejim otoriter telah dibelokkan kearah yang tidak tepat dan 'negatif'. Bung Karno pernah berkata: “Saya tidak memerlukan orang-orang yang intelektual, dengan jiwa yang dirong-rong oleh hal-hal yang negatif”. Beliau telah mengetahui dari deteksi subyektifnya, bahwa banyak orang yang mengelilingi dirinya sudah mulai tidak bersih lagi.


Bung Karno pernah memberikan instruksi kepada para penyelenggara negara untuk 'Menempatkan kepentingan Nasional diatas kepentingan golongan'. Kemudian memperkokoh persatuan Nasional serta mempertinggi kewaspadaan dan kesiap-siagaannya serta meresapkannya kedalam pengelolaan jiwa yang akan memberikan tindakan-tindakan yang sesuai dengan maksud tersebut.


Para penyelenggara negara yang kini berkecimpung di MPR, DPR dan DPRD sudah tidak terisi dengan gagasan serta pelajaran-pelajaran Bung Karno itu lagi. Mereka telah kehilangan kekuatan dirinya dan selalu ingin mengadakan intervensi dengan 'senjata intimidasi', apapun bentuknya. Percaya Diri  dengan mutu 'optimal positif' serta mempunyai kemampuan subyektif untuk menetralisir gejala negatif apapun yang melanda, baik mental ini yang paling utama dan fisik yang dikelola oleh pencetusan mental, merupakan unsur yang sangat dibutuhkan pada masa kini, tanpa mana segala sesuatu akan berjalan secara bertele-tele dan ter-umbang-ambing.


Kini, tak seorang pemimpin pun yang dekat dengan rakyatnya. Kedekatan itu diwujudkan melalui materi yang disebut 'Uang', yang merusak mental orang karena segala sesuatu telah dibiasakan berjalan seperti itu. Semangat tanpa prihatin sudah sirna sama sekali dan juga sulit untuk ditanamkan kembali karena kesuburan jiwa dalam kedisiplinan serta kejujuran tidak se-tinggi lagi pada zamannya revolusi untuk menghalau penjajah.


Terbukti bahwa kelemahan manusia yang didengungkan dimana-mana tidak lagi mengena pada jiwa saat ini untuk diwaspadai dan diperbaiki dalam mengisi perjalanan hidup yang seharusnya menuju kepada kesempurnaan. Yang dikatakan sempurna itu adalah, bila segala sesuatu dapat berjalan 'mulus' secara positif tanpa ada hadangan apapun. Manusia belajar dari masukan-masukan yang dibawakan oleh lingkungan dari berbagai penjuru, demikian banyak variasinya yang membingungkan.


Kemudian ingin mencari kemajuan dan mengungkapkan kekuranganya itu secara tidak jujur. Oleh pihak lain, hal itu dengan  mudah dapat dimanipulasi dengan memberikan iming-iming yang memenuhi kehausan untuk meningkatkan kekurangan material- dan kepuasanya itu. Seorang yang kurang waspada, apalagi tidak mempunyai firasat yang dapat diandalkan, sudah pasti akan terjebak dalam banyaknya variasi yang diberikan dari adanya masukan-masukan yang belum tentu dapat berguna bagi pengembangannya yang optimal. Karena gejala-gejala itulah, maka kita sering mencari-cari pendapat dari orang lain dengan cara obyektif, untuk memenuhi kepuasan bagi kemantapan mendapatkan sesuatu yang berguna baginya.


Membiasakan rasa disiplin dan jujur dalam diri kita, memang merupakan sesuatu yang tidak mudah, bila lingkungan kita tidak mendukung dalam hal ini. Kita sering dihadapkan pada peristiwa seperti itu, yang akhirnya memberikan kita suatu kenyataan yang melemahkan jiwa, bahwa disiplin itu tidak perlu diambil serius, karena tidak diperlihatkan oleh lingkungan penyelenggara negara dalam hal itu, apalagi yang diharapkan memberikan contoh, juga tidak serius menanggapinya. Ini terutama terjadi pada Penegaan Hukum.


Manusia memang hidup didalam kelemahan dan sangat tergantung dari pendapat umum yang pada saat tertentu memang dapat diandalkan, tetapi ada yang sebenarnya telah menyimpang dan karena kebanyakan manusia mempercayainya, baik itu dengan- ataupun tanpa paksaan. Mempunyai suatu pendirian sendiri atau juga dkenal sebagai prinsip, harus diteliti terlebih dahulu mengenai inti serta mutunya. Bila terjadi pengelolaan prinsip yang tidak sesuai dengan HTBA, maka prinsip seperti itu harus dihilangkan dengan segera, karena dapat mengakibatkan orang yang berprinsip seperti itu, akan mengalami banyak stres dan menimbulkan penyakit fisik atau 'Psychosimatical Disease'.


Batas-batas kewajaran pun pada saat ini, tidak memberikan pedoman-pedoman yang dapat diandalkan, sering kedapatan tidak sesuai dengan kenyataan-kenyataan yang didasari oleh kejujuran dan kedisiplinan. Dalam hal itu janganlah kita tergiur untuk melaksanakan suatu kebiasaan dengan cara analisa disertai perhitungan, tapi turutilah hati nurani yang ditimbulkan oleh intuisi. Hal terakhir disebut itu memang harus dimulai dengan membiasakan untuk mendengar suara hati nurani, karena itu merupakan fenomena subyektif dan bukan obyektif.


Perhatikanlah diri sendiri dengan seksama, akuilah segala kekurangan-kekurangan yang berada dalam diri sendiri yang berkonotasi negatif dan Anda dengan demikian telah memulai dengan pembangunan jiwa positif. Ungkapkanlah hal itu melalui suatu penggambaran tindakan-tindakan masa lalu yang negatif dan pernah dialami, yang kemudian dituangkan kedalam catatan tertulis. Ini merupakan pembersihan Jiwa.


Para pembaca sudah tentu belum mengerti, bahwa efek yang ditimbulkan dengan tindakan seperti itu akan memberikan dampak yang positif pada jiwa Anda. Jangan menimbulkan ke-engganan atau ketakutan bahwa apa yang telah dituangkan secara tertuilis itu akan diketahui oleh orang lain. Simpanlah catatan-catatan itu dengan baik, karena merupakan rahasia pengelolaan Anda. Tidak ada gunanya untuk dibaca oleh orang lain, karena akan menimbulkan gejolak emosi yang tak terkendali. Hal penuangan tertulis itu, pasti akan menghapus beban negatif dari pengelolaan nirsadar.


Bila Anda suatu ketika akan memutuskan untuk belajar System Silva, maka tindakan Anda itu akan membawakan keringanan dalam mengikuti bimbingan-bimbingan saat nanti. Untuk itu diperlukan suatu motivasi yang tinggi untuk benar-benar menginginkan merubah sifat dan perilaku Anda yang negatif dengan serius. Demikian kenyataan-kenyataan yang telah terjadi pada para alumni setelah mengelola diri dengan teknik-teknik System Silva beserta pelaksanaan prakteknya.


Hanya berdo'a  saja merupakan mempersilahkan YME bekerja untuk kita yang memperlihatkan kita tidak ingin menggunakan 'Kemampuan  Sempurna' yang telah di-'Anugerahkan' oleh-NYA kepada Ciptaanya. YME telah memberikan kemampuan sempurna kepada makhluk manusia, mengapa tidak dipergunakan? Sudah ditemukan tapi belum juga percaya bahwa hal itu 'Bekerja' dengan tuntas atau signifikan! Itulah penyebab Utama kita terjebak dalam masalah berkelebihan, bukan demikian kenyataanya???***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar